30 Desember 2022
19:22 WIB
JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menilai, angkutan Over Dimension Over Load (ODOL) merupakan salah satu potensi bahaya pada angkutan penyeberangan. Sejumlah kecalakan kapal laut yang terjadi pun tak luput dari kontribusi truk ODOL.
"Dari sisi keselamatan transportasi, KNKT melihat pengoperasian truk ODOL ini selain berpotensi menimbulkan kecelakaan di jalan raya, ternyata juga membahayakan angkutan penyeberangan," kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (30/12).
Sejak tahun 2019, lanjutnya, KNKT sudah menyoroti masalah truk ODOL dengan memberikan masukan kepada beberapa instansi. Di antaranya Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, dan Sekretariat Kabinet.
Dari catatan KNKT, ditemukan beberapa kecelakaan yang menjadikan kendaraan ODOL sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan di kapal dalam beberapa tahun terakhir. Di antaranya tenggelamnya kapal Windu Karsa di Perairan Kolaka pada 27 Agustus 2011 dan tenggelamnya Rafelia 2 di perairan Selat Bali pada 4 Maret 2016.
Kemudian, kandas dan tenggelamnya kapal Lestari Maju di perairan Selat Selayar pada 3 Juli 2018 dan patahnya pintu rampa kapal Nusa Putra di Merak pada 27 Desember 2018. Lalu, tenggelamnya kapal Bili di Sungai Sambas pada 20 Februari 2021 dab tenggelamnya kapal Yunicee di Perairan Selat Bali pada 29 Juni 2021. Kejadian terakhir adalah terbaliknya kapal Satya Kencana III di Pelabuhan Kumai pada 19 Oktober 2022.
Untuk diketahui, tenggelamnya Kapal Yunicee mengakibatkan korban meninggal 11 orang meninggal dan 13 orang hilang. Pada kecelakaan ini, ditemukan salah satu faktornya adalah saat kapal bertolak dari Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, jumlah muatan telah melebihi kapasitas (overload), sehingga benaman kapal (draft) mendekati geladak kendaraan.
"Temuan KNKT dalam proses investigasi jumlah muatan berlebih tersebut salah satunya juga diakibatkan dari pengangkutan truk ODOL," ungkapnya.
Sebuah truk memasuki lambung kapal di penyeberangan Merak, Banten. dok. Antara
Gangguan Operasional Kapal
Lebih lanjut Soerjanto mengatakan, keberadaan kendaraan ODOL di kapal berpotensi menyebabkan kerusakan pada struktur pintu rampa, geladak kapal, dan juga nosel alat pemadam. Tinggi muatan juga bisa menyebabkan radius sprinkler sembur menjadi tidak efektif.
Hal yang tak kalah membahayakan, lanjutnya, adalah jarak antar kendaraan di geladak kendaraan semakin pendek. Hal ini menyebabkan kesulitan akses bagi awak kapal pada saat melakukan penanganan kebakaran.
Kapal bermuatan angkutan ODOL juga akan mempengaruhi berkurangnya kemampuan daya angkut kapal dari sisi jumlah unit kendaraan yang masuk. Pada garis sarat yang sama, jumlah unit kendaraan berkurang karena berat kendaraan per unit sudah melebihi batas.
Meningkatnya dimensi kendaraan juga membuat kapasitas angkut ruangan geladak kendaraan semakin berkurang. Selain itu pemuatan kendaraan di atas geladak menjadi semakin rumit dikarenakan ukuran kendaraan yang semakin besar. Akibat dari kondisi ini, operasional di pelabuhan akan semakin lama.
Terkait dengan keselamatan kapal, kecenderungan pemuatan kapal melewati garis sarat maksimum menyebabkan berbagai gangguan pada operasional kapal. Di antaranya olah gerak (terutama pada saat cuaca buruk), stabilitas kapal, meningkatnya kemungkinan untuk gelombang masuk ke dalam kendaraan.
"Di lapangan truk ODOL cenderung melindungi muatannya dengan penutup berlapis. Hal ini menyebabkan pengawasan terhadap isi muatan menjadi semakin sulit. Ditambah dengan tidak adanya deklarasi secara akurat manifes muatan yang dibawa kendaraan ODOL," tuturnya.
Ia menambahkan, terkait kebijakan Zero ODOL, KNKT sangat mendukung, terlebih dikaitkan dengan upaya peningkatan keselamatan transportasi. Menurut dia, pelaksanaan kebijakan ini harus dilaksanakan secara komprehensif dan butuh koordinasi dengan seluruh pihak.
"Dalam implementasinya tentunya tidak bisa dilaksanakan serta merta karena akan berpengaruh pada sektor-sektor yang lain. Harus ada tahapan-tahapan pelaksanaannya, yang terpenting roadmap Zero ODOL selama lima tahun kedepan dilaksanakan secara konsisten," tandasnya.
ASDP Tolak ODOL
Menanggapi hal ini, PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menegaskan, akan menolak memberikan layanan penyeberangan terhadap kendaraan yang tidak sesuai ketentuan atau terindikasi ODOL. Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi menyampaikan, ASDP akan mengetatkan kendaraan yang tidak sesuai ketentuan atau membawa muatan berlebih untuk melakukan penyeberangan, khususnya di tengah layanan Angkutan Natal dan Tahun Baru saat ini yang terkendala cuaca ekstrem.
"Kendaraan dengan muatan berlebih apalagi sampai terindikasi ODOL sangat membahayakan keselamatan pelayaran. Kami pastikan, bersama petugas Otoritas Pelabuhan dan aparat terkait di lapangan akan tidak melayani kendaraan ODOL untuk menyeberang," kata Ira.
Ira juga meminta agar para pengusaha/pemilik barang dapat bekerjasama, mematuhi aturan untuk tidak membawa muatan yang tidak sesuai ketentuan, sehingga dapat membahayakan keselamatan banyak pihak, terutama para pengemudi kendaraan itu sendiri.
Selanjutnya, manajemen ASDP akan meningkatkan kerja sama dengan aparat dan pemangku kepentingan terkait dalam pengetatan kendaraan bermuatan lebih bahkan ODOL agar tidak dapat masuk ke kapal. ASDP meminta seluruh pengguna jasa kapal ferry khususnya lintasan tersibuk, Merak - Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk agar tetap berhati-hati saat melakukan penyeberangan, mewaspadai cuaca buruk, dan memastikan kondisi stamina dan kendaraan agar tetap sehat dan prima.