12 April 2025
16:36 WIB
KLH Pantau Ketaatan Horeka Di Bali Kelola Sampah
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mendapati sekitar 40% sampah di Bali masih terbuang di badan lingkungan, dan itu terindikasi saat hujan terbawa ke 12 sungai di Bali
Editor: Nofanolo Zagoto
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq (kedua kanan) saat meninjau pengelolaan sampah Umah Pupa di Bitera, Kabupaten Gianyar, Bali, Sabtu (12/4/2025). ANTARA/Rita Laura/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
KUTA - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengawal pengelolaan sampah yang dihasilkan oleh hotel, restoran dan kafe (horeka) di Bali untuk dilakukan pengelolaan mandiri sehingga tidak semua berakhir di tempat pemrosesan akhir (TPA).
“Kami sedang menyusun langkah-langkah melakukan pengawalan terkait ketaatan hotel, restoran dan kafe dalam mengelola sampah dan limbahnya. Dua hal ini kami jaga,” kata Hanif di sela meninjau posko penanganan sampah laut di Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (12/4).
Menurut dia, Dinas Lingkungan Hidup di tingkat kabupaten/kota dan provinsi telah melakukan pemeriksaan ke horeka. Namun upaya itu tidak langsung menyelesaikan persoalan sampah, namun perlu berkelanjutan, yakni dengan memasukkan horeka ke dalam daftar merah, hijau dan biru.
“Mudah-mudahan dari semester satu kami akan kawal sehingga akhir tahun predikat yang kami inginkan semua berpredikat hijau untuk semua hotel besar, restoran besar, untuk lebih memantik membuat semua pengunjung nyaman,” imbuhnya, seperti dilansir Antara.
Dengan cara begitu, kata dia, horeka juga ikut memiliki tanggung jawab mengelola sampah sehingga kebocoran sampah dan limbah bisa diatasi.
“Sementara sampah yang ditimbulkan oleh hotel restoran kafe ini jumlahnya cukup besar, kemudian dengan mengubah budaya di simpul kedatangan orang ini harapan kami akan mengubah budaya,” imbuhnya.
Menteri LH menilai komponen masyarakat di Bali semakin serius menangani persoalan sampah salah satunya setelah dideklarasi kegiatan sistematis dan terstruktur yang melibatkan semua komponen di Bali mulai kepolisian, TNI, masyarakat adat, pecalang atau petugas keamanan adat Bali hingga komunitas lingkungan.
Ia menyebutkan kerja sama itu penting dilakukan karena menangani persoalan sampah tidak sederhana dan membutuhkan sinergi.
Apalagi, lanjut dia, sekitar 40% sampah di Bali masih terbuang di badan lingkungan, yang terindikasi saat hujan terbawa hingga ke 12 sungai di Pulau Dewata.
“Ini menjadi perhatian tim nasional penanganan sampah laut di Bali untuk kami tangani, pemasangan trash boom (penghalau sampah di sungai) dan lainnya, pengambilan sampah dari titik pantai juga menjadi penting,” katanya.
Sebagai gambaran, jumlah sampah yang ditampung di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Sargabita, Suwung, Denpasar berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Sampah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, rata-rata volume sampah di TPA terbesar di Pulau Dewata seluas 32,46 hektare itu per hari mencapai sekitar 1.100-1.200 ton.
Ada pun sampah dari Kota Denpasar per hari mencapai sekitar 980 ton dan Kabupaten Badung mencapai sekitar 200 ton per hari yang dikirim ke TPA Sarbagita, Suwung, Denpasar.