c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

10 Oktober 2024

19:25 WIB

KKP Temukan Dua Kapal Diduga Sedot Pasir Ilegal Di Perairan Batam

Saat diperiksa, di kedua kapal berbendera Malaysia tersebut, tidak ditemukan dokumen sama sekali tentang kapalnya. Hanya ada dokumen pribadi nakhoda

<p>KKP Temukan Dua Kapal Diduga Sedot Pasir Ilegal Di Perairan Batam</p>
<p>KKP Temukan Dua Kapal Diduga Sedot Pasir Ilegal Di Perairan Batam</p>

Petugas memantau situasi dari kapal berbendera Malaysia yang diamankan karena diduga melakukan penyedotan pasir ilegal di perairan Batam, Kepulauan Riau, Kamis (10/10/2024). Antara/Harianto

BATAM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) mengungkapkan, telah menemukan dua kapal diduga melakukan aktivitas penyedotan pasir ilegal di perairan Batam, Kepulauan Riau.

Direktur Jenderal PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono di Batam, Kamis (10/10) mengatakan, kedua kapal berbendera Malaysia tersebut berhasil diamankan oleh pihaknya pada Rabu 9 Oktober 2024, ketika berpapasan dengan kapal Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, saat kunjungan kerja ke Pulau Nipa.

"Jadi, kemarin kejadiannya hari Rabu 9 Oktober, Pak Menteri melakukan kegiatan kunjungan ke Pulau Nipa, Nah di tengah jalan kami mendapati kapal ini. Kapal ini terindikasi mengisap pasir laut dan kami sudah lama memantau kapal ini, dia tipis-tipis di perbatasan kadang masuk di tempat kita," kata Pung Nugroho saat merilis pengungkapan tersebut.

Pria yang akrab disapa Ipung ini mengungkapkan, ketika kapal tersebut diperintahkan untuk berhenti. Saat diperiksa, tidak didapati dokumen resmi.

"Kapal ini kami dapati di depan kita untuk papasan, seketika juga kami perintahkan penghentian, dan kami lakukan pemeriksaan. Saat diperiksa kapal ini tidak ada dokumen sama sekali tentang kapalnya, yang ada dokumen pribadinya nakhoda. Ini salah," tegas Ipung.

Dia mengatakan, muatan pasir yang ada di kapal tersebut sejumlah kurang lebih 10 ribu meter kubik sekali hisap selama 9 jam. Pasir tersebut rencananya akan dikirim ke negara tetangga Singapura.

Lebih lanjut, Ipung mengatakan, dari dua kapal tersebut, ditemukan juga sebanyak 29 orang anak buah kapal (ABK) yang bekerja di kapal yang berasal dari Afrika Barat tersebut. Dua di antaranya merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).

Meski begitu, kata Ipung, belum ada tindakan untuk 29 awak kapal, karena pihaknya masih menerapkan asas praduga tak bersalah. Namun, pihaknya tetap akan melakukan pendalaman karena telah memiliki satu bukti, yakni tidak adanya dokumen kapal.

"Selanjutnya kapal ini akan kita dalami, saat ini kami tentukan dia sebagai asas praduga tak bersalah. Namun kami sudah punya sedikit alat bukti dan itu akan kami kembangkan sejauh mana tingkat pelanggarannya," kata Ipung.

108 Kasus
Sejauh ini, Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangani sebanyak 108 kasus pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil periode Januari hingga September 2024.

"Saya mengapresiasi jajaran PSDKP khususnya Polsus atas kinerjanya dalam bidang kelautan yang membanggakan dalam empat tahun terakhir ini,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Polisi Khusus Kelautan Tahun 2024 di Batam, Kepulauan Riau, Kamis.

Dia menyampaikan, hal ini berhasil ditangani melalui kegiatan patroli di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta menerima pengaduan masyarakat terkait kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan. 

Trenggono pun menilai, peran Polsus penting untuk menjaga ekologi sumber daya kelautan dan juga terus mengawasi, serta berani menertibkan para pelaku usaha yang tidak memiliki izin atau melakukan pelanggaran.

Trenggono juga mengatakan, Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berani menyegel usaha wisata bahari milik warga negara asing (WNA) asal Jerman di Pulau Maratua, Kalimantan Timur yang sudah beroperasi selama puluhan tahun.

"Tempatnya enak dan bagus, namun pada saat itu saya tidak paham. Akhirnya sebulan lalu Polsus memeriksa dan Alhamdulillah hasilnya bagus," tuturnya.

Selain itu, lanjut Trenggono, Polsus Kelautan KKP juga telah berhasil mengenakan sanksi administratif dan penyelesaian sengketa sebesar Rp37,5 miliar. 

"Namun ini menjadi salah satu indikator bahwa masih banyak pelanggaran di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan ruang laut,” ucapnya.

Memperkuat Pengawasan
Trenggono menambahkan, pihaknya akan terus memperkuat pengawasan pulau-pulau terluar Indonesia untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut di sana. "Selain terkait perizinan, pengawasan juga dilakukan terhadap aksi pencurian sumber daya alam (SDA) perikanan," kata Trenggono.

Pung juga menjelaskan pentingnya peran Polsus dalam mengawal dan menghentikan pelaku usaha pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai perizinan. 

Menurutnya, Polsus Kelautan menjadi garda terdepan dalam melakukan pengawasan pemanfaatan ruang laut yang dilakukan terhadap pemenuhan dokumen atau pelaksanaan persetujuan/konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL).

"Serta melakukan pengawasan pemanfaatan sumber daya di Laut yang dilakukan terhadap pemenuhan standar perizinan berusaha subsektor pengelolaan Ruang Laut,” ujarnya.

KKP pertama kali membentuk Polisi Khusus (Polsus) Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan Kewenangan Kepolisian Khusus (PWP3K) pada tahun 2013. Hal ini sebagai tindak lanjut atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, khususnya di bidang pengawasan.

“Sebaran Polsus Kelautan sebanyak 233 orang di UPT PSDKP kemudian 70 Orang di Pusat dan di PEMDA mencapai 213 orang. Total terdapat 516 Polsus hingga saat ini,” serunya.

Pung menyebutkan, sampai dengan tahun 2024, Polsus Kelautan telah berhasil melakukan kegiatan penyegelan terhadap pelaku usaha pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai perizinan, kapal dredger/isap pasir, dan sengketa yang menyebabkan kerusakan di bidang kelautan.

Berdasarkan data terdapat total 108 kasus yang berhasil ditangani tahun 2024, yang terdiri dari 90 kasus pelanggaran ruang laut, 9 kasus destructive fishing, 6 kasus ikan dilindungi, dan 3 kasus kerusakan kapal kandas.

“Sesuai UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja, Polsus PWP3K memiliki kewenangan untuk mengawasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (K/PKKPRL),” terang Pung Nugroho.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar