31 Mei 2024
18:55 WIB
KJRI: 22 Orang Pemegang Visa Nonhaji RI Dideportasi Dan Diblokir 10 Tahun
Ada 22 orang Indonesia dan 2 koordinator berurusan dengan aparat keamanan Arab Saudi saat mengambil Miqat di Bir Ali, Selasa (28/5). Mereka tidak bisa menunjukkan dokumen-dokumen pendukung perhajian
Ilustrasi – Jamaah mengambil Miqat di Bir Ali, Madinah, sebelum berangkat ke Makkah. Sebanyak 24 orang jamaah Indonesia, diamankan karena tak punya dokumen haji, Selasa (28/5). dok. Antara
MADINAH - Sebanyak 22 orang pemegang visa nonhaji asal Indonesia yang terkena razia di Masjid Bir Ali, Selasa (28/5), akhirnya diputuskan dideportasi. Mereka juga diblokir (banned) selama 10 tahun tidak bisa masuk ke Arab Saudi.
"Malam hari tim KJRI kembali menemui mereka dan keputusannya akhirnya mereka dipindah ke imigrasi. Mereka akan dipulangkan melalui deportasi," ujar Konjen RI Jeddah Yusron B Ambary di Jeddah, Jumat (31/5).
Sebelumnya, 24 orang pemegang visa haji tidak resmi harus berurusan dengan aparat keamanan Arab Saudi saat mengambil Miqat di Bir Ali pada Selasa (28/5). Mereka diketahui tidak bisa menunjukkan dokumen-dokumen pendukung perhajian ketika akan meninggalkan Bir Ali menuju Makkah. Karena dianggap ilegal, mereka akhirnya dibawa ke kantor kepolisian Saudi dan harus menjalani persidangan.
Saat ditangkap di Bir Ali, mereka diperiksa oleh intel aparat keamanan Arab. Koordinatornya menyerahkan contoh visa haji milik orang lain. "Visanya tidak sesuai paspor. Setelah diperiksa, mereka ternyata menggunakan visa ziarah," ucap Yusron.
Namun karena mereka ditangkap sebelum melaksanakan ibadah haji, 22 orang, kecuali koordinator dan supir bus, akhirnya dibebaskan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, 22 orang ini ternyata adalah jamaah yang berniat haji. Mereka sudah menyetor biaya sebesar Rp25-150 juta kepada koordinator.
Yusron melanjutkan, ke-22 orang itu, saat ini, tengah berada di kantor imigrasi dan akan diterbangkan ke Tanah Air pada Sabtu pukul 23.00 Waktu Arab Saudi. "Kami sudah sampaikan ke jamaah kalau mereka kena banned selama 10 tahun, namun mereka tidak didenda," kata dia.
Sementara nasib dua orang lainnya yang merupakan koordinator, masih mengikuti proses hukum yang berlaku. Sesuai ketentuan mereka akan kena denda 50 ribu riyal, tahanan enam bulan dan banned 10 tahun. "Proses hukumnya masih berjalan," serunya.
Yusron mengingatkan, agar kasus ini menjadi pelajaran bersama, utamanya bagi jamaah non visa haji dan agen perjalanan, untuk jangan mencoba-coba hal serupa. "Imbauannya berhajinya dengan jalan yang benar. Kata menteri haji, kan, kalau pakai visa nonhaji hanya tidak sesuai syariat," tuturnya.
Pemerintah Arab Saudi, kata Yusron, saat ini tengah memperketat jalur-jalur menuju Makkah. Setiap rombongan calon haji yang hendak menuju Al-Haram, harus melewati beberapa pemeriksaan (check point).
Langkah ini ditujukan untuk menghalau mereka yang tidak memiliki visa haji resmi masuk ke Makkah. Kebijakan ini dijalankan demi kenyamanan setiap prosesi ibadah haji.
Fatwa Izin Haji
Dari dalam negeri, sejatinya Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI menegaskan, ibadah haji hanya boleh dilaksanakan dengan menggunakan visa khusus haji sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Selain itu, fatwa dari ulama Arab Saudi juga menekankan, izin haji merupakan syarat bagi siapa pun yang hendak menunaikan ibadah haji.
"Penegasan ini sejalan dengan fatwa Haiah Kibaril Ulama Saudi yang mewajibkan izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan haji," kata Petugas Media Center Haji (MCH) Widi Dwinanda dalam konferensi pers penyelenggaraan ibadah haji, yang diikuti secara daring di Jakarta, Sabtu.
Widi menyebutkan, setidaknya terdapat empat alasan yang disampaikan dalam fatwa tersebut. Pertama, kewajiban memperoleh izin haji didasarkan pada apa yang diatur dalam syariat Islam.
Tujuannya, kata dia, untuk mengatur jumlah jamaah sedemikian rupa, sehingga orang bisa melakukan ibadah dengan damai dan aman. Hal Ini adalah tujuan hukum yang sah yang ditentukan oleh dalil dan aturan syariah.
"Kedua, kewajiban untuk mendapatkan izin haji sesuai kepentingan yang disyaratkan syariat. Hal ini akan menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada jamaah haji," ungkapnya.
Ketiga, kata Widi, kewajiban memperoleh izin haji merupakan bagian dari ketaatan kepada pemerintah, sebagaimana fatwa mengatakan, siapa pun yang mematuhinya akan diberi pahala, dan siapa pun yang tidak menaatinya akan berdosa dan pantas menerima hukuman yang ditentukan pemerintah.
"Keempat, haji tanpa izin tidak diperbolehkan. Sebab, kerugian yang diakibatkannya tidak terbatas pada jamaah tersebut, tetapi meluas pada jamaah lain. Kerugian yang dilakukan oleh pelanggar adalah dosa yang lebih besar daripada kerugian yang dilakukan sendiri oleh pelakunya," ucapnya.
Karenanya, kata Widi, fatwa ulama Arab Saudi menegaskan tidak boleh berangkat haji tanpa mendapat izin. Barang siapa yang melakukannya maka akan berdosa, karena melanggar perintah pemerintah yang dikeluarkan hanya untuk mencapai kepentingan umum.
Kemudian, dia juga mengungkapkan otoritas Arab Saudi telah menetapkan sanksi bagi siapapun yang menunaikan ibadah haji tanpa visa dan tasreh resmi. Di antaranya denda sebesar 10.000 Riyal Arab Saudi bagi setiap warga negara atau ekspatriat yang tertangkap tidak memiliki izin haji.
Dua, deportasi ekspatriat yang melanggar peraturan berhaji dan melarang mereka memasuki Kerajaan Arab Saudi sesuai jangka waktu yang diatur undang-undang. Ketiga, denda dua kali lipat (2 x 10.000 Riyal Arab Saudi) jika terjadi pelanggaran berulang.
"Barang siapa mengkoordinir jamaah yang melanggar peraturan berhaji tanpa izin, diancam pidana penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak 50.000 Riyal," ucap Widi.