KIKA mengamati teror ke akademisi dan masyarakat sipil terus-menerus terjadi tanpa ada upaya maju perlindungannya di level negara maupun institusi perguruan tinggi
Ilustrasi sejumlah mahasiswa mengerjakan tugas. ValidNewsID/Fikhri Fathoni
JAKARTA - Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mencatat, sebanyak 27 jenis kasus pelanggaran kebebasan akademik terjadi dan mereka dampingi sepanjang 2023-2024. Pada kasus-kasus itu sejumlah dosen, mahasiswa, dan kelompok masyarakat sipil menjadi korban.
"Teror ke akademisi dan masyarakat sipil terus-menerus terjadi tanpa ada upaya maju perlindungannya di level negara maupun institusi perguruan tinggi. Hal ini meningkat dalam setahun terakhir," papar KIKA melalui keterangan tertulis, Selasa (16/7).
KIKA menjelaskan, secara garis besar ada empat model pelanggaran kebebasan akademik. Pertama, serangan kepada gerakan mahasiswa. Contoh kasusnya, pembredelan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Acta Surya Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA), kriminalisasi Khariq mahasiswa Universitas Riau (Unri), dan polemik data penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah akibat serangan ransomware.
Kedua, problem insan akademik dan kaitannya dengan advokasi kebijakan publik. Contoh kasusnya, pemecatan Budi Santoso dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) setelah mengkritik kebijakan dokter asing. Kasus lainnya, pemberangusan kritik akademisi selama pemilu 2024.
Ketiga, problem insan akademik dan kaitannya dengan advokasi isu sumber daya alam (SDA). Contohnya, kasus Fatia-Haris dan advokasi isu SDA di Papua, pelarangan peneliti asing meneliti isu orangutan melawan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta kasus dukungan akademisi terhadap warga terdampak pencemaran lingkungan PT. RUM.
Keempat, masalah integritas akademik dan polemik guru besar. Contoh kasusnya, polemik Kumba Digdowiseiso, persoalan puluhan guru besar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) bermasalah, dan polemik pejabat publik yang bermasalah dalam pengangkatan guru besar.
"Kasus-kasus kebebasan akademik sepanjang tahun 2023-2024 sebenarnya hanya mengulang peristiwa-peristiwa serangan yang terus-menerus terjadi sejak 2015," tambah KIKA.
KIKA mengingatkan, prinsip kebebasan akademik tertuang dalam Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik. Di dalamnya dijelaskan, insan akademis memiliki kebebasan penuh dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Otoritas publik juga wajib melindungi dan menjamin kebebasan akademik.
"KIKA berharap atas transparansi dan akuntabilitas dalam penyelesaian persoalan integritas akademik guru besar, dan berharap Mendikbudristek bertanggung jawab atas kekacauan yang ditimbulkan," tutup KIKA.