Indonesia mendapatkan sejumlah keuntungan karena uji klinik tahap 3 vaksin TBC M72 diadakan di dalam negeri, salah satunya memiliki posisi tawar yang lebih kuat untuk mengakses vaksin ini
Seorang warga melakukan proses skrining tuberkulosis (TBC) melalui aplikasi Ransel TBC di Kota Tangerang, Banten, Kamis (4/7/2024). AntaraFoto/Sulthony Hasanuddin
JAKARTA - Peneliti utama nasional vaksin tuberkulosis (TB) M72, Erlina Burhan mengatakan, Indonesia mendapatkan sejumlah keuntungan dari uji klinik tahap 3 vaksin tersebut yang diadakan di dalam negeri. Salah satunya, ketika vaksin sudah tersedia Indonesia memiliki posisi yang lebih kuat untuk mendapatkan vaksin ini dibandingkan negara lain.
"Karena kita terlibat kita bisa punya posisi tawar yang lebih kuat untuk mendapatkan akses vaksin ini," ujar Erlina dalam media meeting daring yang diselenggarakan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Jumat (16/5).
Dia melanjutkan, hal itu akan membantu Indonesia mencapai target eliminasi TB pada tahun 2030. Sebab, vaksin merupakan alat yang efektif untuk mengurangi infeksi dan kecacatan akibat TB.
Eliminasi itu penting mengingat Indonesia menempati peringkat kedua negara dengan beban TB terbesar di dunia. Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2024, setiap tahunnya Indonesia memiliki 1,09 juta kasus baru TB dan 130.000 kasus kematian akibat TB.
Keuntungan lainnya, lanjut Erlina, peneliti Indonesia yang terlibat dalam pengembangan vaksin ini akan mendapatkan rekognisi dunia jika vaksin M72 terbukti aman dan efektif. Tak hanya itu, pada proses pengembangan vaksin juga terjadi transfer of knowledge di antara peneliti dan transfer of technology untuk produksi vaksin di industri lokal.
Meski mendapatkan keuntungan, Erlina berkata implementasi vaksin M72 tetap harus dipersiapkan secara matang dengan memerhatikan empat aspek. Pertama, perlu ada jaminan pasokan vaksin cukup dan berkelanjutan melalui produksi, penyimpanan, serta distribusi yang efisien.
Kedua, harus ada kemudahan mendapatkan vaksin melalui distribusi, regulasi, dan kesiapan sistem kesehatan. Ketiga, vaksin harus tersedia secara terjangkau melalui subsidi dan efisiensi produksi. Keempat, perlu ada penerimaan dari masyarakat dan tenaga kesehatan terhadap vaksin M72.
"Peran ahli kesehatan masyarakat ini sangat penting dalam sosialisasi untuk menghindari kesalahpahaman masyarakat serta meningkatkan penerimaan masyarakat," tutup Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) itu.