c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

25 Agustus 2025

16:11 WIB

Ketum MUI: Mendirikan Tempat Ibadah Adalah Hak Yang Dilindungi UU

Mendirikan tempat ibadah perlu pengaturan sehingga tak perlu ada keributan seperti banyak terjadi di daerah-daerah.

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Ketum MUI: Mendirikan Tempat Ibadah Adalah Hak Yang Dilindungi UU</p>
<p>Ketum MUI: Mendirikan Tempat Ibadah Adalah Hak Yang Dilindungi UU</p>

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Iskandar. ANTARA/Dokumen pribadi.

KEDIRI - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Iskandar menegaskan, mendirikan tempat ibadah menjadi bagian dari pelaksanaan UUD Pasal 29 tentang kebebasan beragama dan beribadah sesuai keyakinan masing-masing, sehingga mendirikan tempat beribadah merupakan hak yang dilindungi oleh undang-undang.

“Mendirikan tempat ibadah itu bagian dari pelaksanaan Pasal 29 UUD 1945 tentang kebebasan beragama dan beribadah sesuai keyakinan masing-masing. Sehingga mendirikan tempat beribadah itu hak yang dilindungi oleh undang-undang,” katanya di Kediri, Jawa Timur, Senin (25/8) dikutip dari Antara.

Ia prihatin masih adanya polemik pembangunan tempat ibadah, termasuk di Kediri, yang beberapa waktu lalu pernah mencuat. Isu pembangunan gereja yang sempat tertunda, karena dinilai belum memenuhi persyaratan administrasi pembangunan.

“Semua itu harus diatur. Untuk mengatur itu pemerintah membuat Surat Keputusan Bersama 2 Menteri (Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 (SKB 2 Menteri) terkait syarat pendirian rumah ibadah. Jadi, sepanjang sesuai dengan SKB 2 Menteri (memenuhi persyaratan pembangunan tempat ibadah), ya harus jalan,” kata dia.

Dalam SKB 2 Menteri itu, kata dia, juga mempertimbangkan kearifan lokal di masing-masing daerah agar tidak memunculkan polemik di tengah masyarakat.

Ketua MUI melanjutkan, ada forum kerukunan umat beragama (FKUB) di daerah termasuk Kediri, yang hadir untuk memfasilitasi hal tersebut, agar setiap masyarakat benar-benar menerima secara transparan dan sukarela.

Baca juga: Kemenag Diminta Konsultasi Dengan Berbagai Pihak Soal Regulasi Rumah Ibadah

“Kenapa kemudian ada FKUB? Itu merupakan bagian dari kearifan lokal yang setiap daerah punya. Kenapa itu dilakukan, ya tentu agar ke depan semua berjalan smooth karena sudah mendapatkan lampu hijau dari masyarakat,” kata dia.

Gus War, sapaan akrabnya, menambahkan, masyarakat di Kota Kediri juga sudah cukup memahami kondisi ini. Terlebih lagi, Kota Kediri meraih predikat 10 besar Kota Paling Toleran di Indonesia berdasarkan penilaian Indeks Kota Toleran (IKT) 2023 yang dirilis oleh Setara Institute, sehingga tentunya toleransi juga dijunjung tinggi.

Ia menambahkan, dalam suasana kemerdekaan Indonesia yang hangat ini, tak ingin ada lagi polemik-polemik pemecah persatuan, seperti radikalisasi dan politisasi agama, serta penolakan-penolakan pembangunan tempat ibadah yang terjadi di beberapa daerah.

Menurut dia, perbedaan bukanlah alasan untuk terpecah, melainkan harus menjadi kekuatan untuk saling melengkapi dan memperkuat bangsa.

Pengasuh Pondok Pesantren Al Amien Kota Kediri itu juga menekankan bahwa kerukunan antarumat beragama adalah fondasi penting dalam menjaga stabilitas bangsa.

Oleh karena itu, setiap pihak, baik tokoh agama, masyarakat, maupun pemerintah, memiliki tanggung jawab bersama dalam merawat persaudaraan dan menjaga kedamaian.

“Kalau secara pribadi menurut saya, semua orang beragama harus diberi kesempatan membangun rumah ibadahnya. Itu hak yang esensial, tidak boleh orang melarang. Kecuali ada sesuatu yang memang dianggap mengganggu,” kata dia.

Gus War juga mengajak seluruh umat beragama untuk terus mengedepankan sikap toleransi, saling menghargai, serta menghindari provokasi yang berpotensi merusak keharmonisan sosial.

“Predikat itu hanya soal simbol, tidak terlalu penting, tetapi yang penting kesadaran untuk hidup rukun di sebuah negara bangsa,” kata Gus War.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar