23 Mei 2025
15:45 WIB
Ketua DPR Minta SE Menaker Larang Penahanan Ijazah Diperkuat
SE Menaker larang penahanan ijazah mesti diperkuat agar benar-benar menghapus praktik tercela.
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ketua DPR Puan Maharani (tengah) menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024). Dok/DPR.
JAKARTA - Ketua DPR, Puan Maharani meminta pemerintah mengatur sanksi tegas untuk melengkapi terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 yang melarang perusahaan menahan ijazah dan dokumen pribadi milik karyawan.
"Kalau hanya berhenti di edaran (larangan), tanpa pengawasan dan sanksi tegas, ini akan jadi dokumen mati," urai Puan dalam siaran pers, Jumat (23/5) di Jakarta.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli menerbitkan Surat Edaran Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 pada Selasa (20/5). Perusahaan kini dilarang untuk menahan ijazah karyawan, termasuk dokumen pribadi lain, seperti sertifikat kompetensi, paspor, akta kelahiran, buku nikah, dan buku pemilik kendaraan bermotor.
Puan mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) bersama dinas ketenagakerjaan daerah segera melakukan sidak terhadap perusahaan-perusahaan yang masih melakukan praktik penahanan ijazah, khususnya di kawasan industri dan zona padat buruh.
Pasalnya, penahanan dokumen seringkali terjadi pada sektor-sektor dengan pekerja berpendidikan menengah ke bawah. Termasuk, buruh pabrik, pekerja migran, dan tenaga kerja kontrak.
Baca juga: Menaker Terbitkan SE Larangan Penahanan Ijazah
Nantinya, kata Puan, DPR akan meminta laporan secara berkala dari Kemenaker terkait implementasi di lapangan. Mengingat, pekerja maupun buruh adalah warga negara yang punya hak atas keadilan, mobilitas sosial, dan perlindungan hukum.
"Jika negara membiarkan praktik penahanan dokumen pekerja terjadi, artinya negara tidak menjamin hak-hak pekerja yang merupakan amanat konstitusi," tegas dia.
Eks Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini menekankb, relasi kerja tidak boleh diwarnai dengan praktik kunci gembok psikologis semacam penahanan ijazah.
Dalam banyak kasus, lanjut Puan, buruh dipaksa menyerahkan ijazah sebagai syarat bekerja tanpa adanya kejelasan perjanjian atau perlindungan hukum dari perusahaan.
"Kalau pekerja tidak punya akses ke dokumen pribadinya sendiri, bagaimana mereka bisa berpindah kerja, naik jenjang karier, atau bahkan sekadar mencari keadilan?" cetus Ketua DPP PDIP ini.