c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

31 Agustus 2023

20:08 WIB

Kerikil Sandungan Penyaluran Bantuan Sosial

Program pemerintah bantu masyarakat terhadang perilaku dan ketepatan data.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman, Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Leo Wisnu Susapto

Kerikil Sandungan Penyaluran Bantuan Sosial
Kerikil Sandungan Penyaluran Bantuan Sosial
Petugas menempelkan stiker Keluarga Miskin di salah satu rumah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial di Indramayu, Jawa Barat, Senin (26/12/2022). Antara Foto/Dedhez Anggara

JAKARTA – Awal Agustus 2023, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mendapati banyak penerima manfaat Program Pahlawan Ekonomi Nasional (PENA) menolak melepas status penerima bantuan sosial (bansos). Alasannya, mereka takut pendapatannya fluktuatif alias tak ajek. 

Risma menyebutkan, dari 1.833 penerima manfaat yang dinyatakan keluar dari indeks kemiskinan ekstrem, hanya 1.322 yang siap untuk melepas bansos yang diterima.

Karena itu, graduasi penerima bansos PENA yang dijadwalkan Maret 2023, tertunda pada Juli 2023. Akan tetapi, masih juga ditemukan penerima manfaat yang bersikukuh menolak graduasi.

Program PENA digagas Kemensos sejak Desember 2022 untuk membantu 1.322 penerima manfaat lepas dari kemiskinan ekstrem pada Juli 2023. 

Mensos Risma menjabarkan bahwa dari 1.322 PM, sebanyak 1.191 PM adalah penerima bansos. Sisanya secara mandiri graduasi, namun datanya tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Menilik polemik baru itu, wajar jika ada kesan bahwa program bansos pemerintah, seperti tak sepi dari masalah. Baik yang berdurasi singkat seperti bansos PENA ini, maupun program bansos reguler yang terhitung sudah berjalan 16 tahun, yakni Program Keluarga Harapan (PKH), selalu menyisakan polemik. 

Ini merupakan program bansos bersyarat yang memberi masyarakat miskin akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan pelindungan sosial lainnya. Permensos Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan menuliskan, program ini bertujuan meningkatkan taraf hidup dan meringankan pengeluaran masyarakat.

Selain PKH, ada juga program bansos reguler lain, yakni program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Per taun ini, terhitung sudah enam tahun berjalan.

Program merupakan perubahan program Beras Sejahtera (Rastra) yang bertujuan mengurangi beban pengeluaran pangan Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Kedua bansos itu menjadi program bansos utama Kementerian Sosial (Kemensos). Tahun ini, PKH dikucurkan untuk sekitar 10 juta KPM dengan besaran bantuan mulai Rp225 ribu hingga Rp750 ribu per tahap. Sedangkan, penerima BPNT mencapai 18,8 juta KPM dengan besaran bantuan sebesar Rp200 ribu per bulan.

Mirisnya, meski sudah bertahun-tahun, selalu ada masalah pelaksanaan program. Salah satunya, adalah masalah penyaluran. 

Saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Mensos Risma menjelaskan, anggaran PKH sebesar Rp28,7 triliun pada 2022  sudah tersalurkan 100%. Sebanyak, Rp222 miliar atau 0,78% di antaranya tidak dipakai transaksi oleh penerima manfaat. 

Untuk BPNT 2022, dari anggaran Rp44,6 triliun, tersalurkan Rp44,1 triliun atau 99,02%. Dari jumlah yang tersalurkan, Rp389 miliar atau 1,85% tidak dipakai transaksi oleh masyarakat.

Mengutip Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), penyaluran bansos reguler Kemensos terindikasi tidak tepat sasaran. Nilainya sebesar Rp165.03 miliar.

Selanjutnya, BPK juga menemukan, penyaluran bansos insidentil Kemensos juga tak tepat sasaran sebesar Rp185,23 miliar.

Perkara Data
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengakui akurasi penyaluran program perlindungan sosial masih rendah. Angkanya di bawah 50%. Program perlindungan sosial juga belum optimal menjangkau dan mengidentifikasi kebutuhan penduduk miskin.

Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Bappenas, Maliki menyebutkan pemerintah menemukan bahwa masalah yang selalu muncul berasal dari data.

"Karena itu, data pensasaran dibenahi dengan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), yang memiliki cakupan data lebih komprehensif," ujar Maliki kepada Validnews, Selasa (29/8).

Dia menyebutkan data ini mencakup kondisi geografi, perumahan, keadaan disabilitas, kepemilikan aset, hingga geospasial. 

Bappenas yakin, data ini akan mendukung tak hanya program pelindungan sosial. Akan tetapi, juga untuk pemberdayaan ekonomi, penyediaan kebutuhan infrastruktur dasar, peningkatan inklusi keuangan, pemerataan akses pendidikan dan kesehatan, dan program lainnya.

Selain membenahi data di tingkat pusat, pemerintah juga mengupayakan penguatan desa/kelurahan dalam mengelola dan memutakhirkan data. 

Pada saat sama, juga dilakukan perencanaan yang berpihak pada kelompok miskin melalui Digitalisasi Monografi Desa/Kelurahan. Platform open source ini akan menampung informasi yang lebih lengkap termasuk upah jam kerja.

Pemerintah berharap Regsosek bisa menjadi pegangan seluruh kementerian/lembaga untuk penentuan target yang terintegrasi. Tujuannya, tentu agar upaya penghapusan kemiskinan dapat menjadi lebih efektif, lanjut Maliki.

Di sisi lain, sejak 2021 Kemensos juga meluncurkan New Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Data ini telah dipadankan dengan data Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). BPK, Kejaksaan Agung, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilibatkan pula dalam program ini.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan, data usulan penerima bansos di DTKS datang dari pemerintah daerah (pemda). Data ini diperbarui setiap bulan dan diperiksa ke berbagai instansi. Pemeriksaan ini menyisir masyarakat yang sudah tidak layak menerima bansos. 

Baik karena meninggal dunia atau menikah dan keluar dari garis kemiskinan. Utamanya, NIK dipastikan tidak terdaftar di tempat lain.

"Misalnya, diusulin sama daerah si A, ternyata kita cek ke samsat dia punya mobil dua, lho. Nah, itu kita minta daerah keluarin dong," ujar Pahala ketika berbincang dengan Validnews, Selasa (29/8).

Perilaku Pemda
Meski pemadanan data NIK sudah mencapai 98%, Pahala yakin penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran masih ada. "Kalau ada yang enggak tepat, pasti ada. Kalau itu saya pastikan semua dari daerah," sebut Pahala.

Dia memberi contoh, ada pemda yang dengan sembarangan memasukkan data penerima bansos. Ini membuat masyarakat miskin tidak menerima bansos. Namun, masyarakat mampu justru menerimanya. ‘Penyakit’ ini diakuinya sudah terjadi sejak lama.

Namun, dia juga menekankan, jika masyarakat merasa pendataan ini tidak tepat, mereka dapat melakukan sanggah. Masyarakat dapat mengusulkan dirinya sendiri atau orang lain sebagai penerima bansos. Bisa pula menyampaikan bahwa penerima bansos tertentu sebenarnya tidak layak menerima bansos.

"Yang penting semua data awalnya ber-NIK yang diusulkan daerah. Yang kedua mutasinya kita padankan di tingkat pusat," tegas Pahala.

Adanya penyaluran yang tidak tepat sasaran karena ulah pemda juga diamini oleh Plt Direktur Jaminan Sosial Kemensos Faisal. Dia mengatakan, usulan penerima bansos beserta verifikasi dan validasinya dilakukan oleh pemda. Sementara itu, pihaknya bertugas menyaring dan melakukan pembayaran.

"Daerah dalam tanda petik mungkin ada kepentingan. Terutama di level bawahnya, di aparat desanya. Ada rasa tidak enak tetangganya tidak kebagian," ujar Faisal ketika ditemui di Gedung Kemensos, Jakarta, Rabu (30/8).

Jika data penerima yang tidak tepat diloloskan oleh pemda, Faisal menyebut, akan dilakukan pelacakan. Data tersebut akan dikeluarkan. Kemensos juga menggandeng satgas dari Mabes Polri untuk menyisir KPM yang tidak layak menerima bansos. 

Pada Januari tahun ini saja, Kemensos membekukan 10.249 KPM karena menerima bansos yang tidak tepat sasaran.

Pendamping PKH
Tak hanya soal ketepatan sasaran penerima, bansos juga mengalami kendala dari sisi pendampingan. Di PKH misalnya, ada kasus jumlah pendamping yang tidak seimbang dengan jumlah KPM yang didampingi. Ini membuat mereka menanggung beban kerja tinggi. Hal ini sempat disuarakan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily, pada Februari tahun ini.

Faisal mengakui adanya situasi seperti itu di lapangan. Dia menjelaskan, proses rekrutmen pendamping PKH mulanya sesuai dengan kuota yang tersedia. Namun, sebagian dari mereka mengundurkan diri karena mendapat pekerjaan yang lebih baik dan berbagai alasan lainnya.

Ketika ini terjadi, umumnya koordinator pendamping PKH akan turun ke lapangan. Pendamping dari wilayah lain juga akan mengambil alih wilayah tersebut.

"Ya, kami akui. Tapi, bukan berarti kami lepas," sebut Faisal. 

Dia menambahkan, pemerataan pendamping juga tengah menjadi salah satu konsentrasi dalam masa jabatannya saat ini.

Terkait itu, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko-PMK) telah menyusun Rancangan Perpres tentang Penguatan Pendampingan Pembangunan. 

Rancangan ini diharapkan mampu menciptakan standar rekrutmen, ukuran kinerja, hingga evaluasi yang jelas bagi pendamping program pemerintah. Salah satunya pendamping PKH.

Graduasi
Penyaluran bansos yang dilakukan pemerintah juga diiringi dengan graduasi. Artinya, proses keluarnya individu atau keluarga dari program bansos karena telah mencapai tingkat kesejahteraan tertentu. Mereka juga dianggap memiliki keterampilan bekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup layak.

Faisal menuturkan, graduasi dilakukan melalui program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA). Ini berangkat dari kondisi bahwa tidak sedikit penerima bansos yang memiliki usaha. Kebutuhan usaha mereka ini diasesmen untuk dikembangkan. 

Mereka juga diberi pelatihan dan pendampingan untuk mengembangkan usahanya. Pelatihan mencakup pemasaran, pengemasan, rebranding, hingga literasi keuangan.

Ketika graduasi, penerima bansos pun dipastikan memiliki pendapatan di atas rata-rata UMK. Sehingga, keadaan mereka setelah graduasi lebih baik dari sebelum menerima bantuan.

Menambahkan hal itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Kemensos, Jaswadi mengatakan, Kemensos juga mendorong kerja sama antara KPM dengan bank melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR).

"Kemensos mendorong jangan selamanya jadi KPM. Kalau bisa diusahakan perekonomiannya membaik, ya keluar, mandiri," ujar dia ketika ditemui Validnews di Gedung Kemensos, Jakarta Pusat, Rabu (30/8).

Apa yang dilakukan pemerintah dalam rangkaian program bansos, dicermati oleh peneliti ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda. 

Dia mengamini, bansos dapat menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, ini perlu dilakukan dengan menggabungkan dua bansos dengan strategi berbeda.

Pertama, bansos yang menurunkan beban konsumsi masyarakat seperti BPNT dan PKH. Kedua, bansos yang bersifat produktif dan meningkatkan pendapatan masyarakat seperti bantuan usaha.

Bansos strategi pertama lebih mudah dilakukan dan diukur keberhasilannya. Sedangkan, strategi kedua lebih sulit tercapai karena sulit terlaksana. Perpaduan keduanya pun dibutuhkan agar bansos dapat berjalan efektif.

"Maka dari itu, satu orang butuh dua atau tiga bansos," ujar Huda kepada Validnews, Senin (28/8).

Di kaca matanya, program bansos yang dijalankan pemerintah, kini belum efektif. Dia mempersoalkan banyak inclusion dan exclusion error yang membuat penyalurannya tidak tepat sasaran. Pendataan yang tepat pun perlu dibenahi terlebih dulu, menurutnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar