06 Mei 2021
10:35 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Nofanolo Zagoto
BOGOR – Badan Litbang Kementerian Pertanian melakukan ekspose hasil uji lanjutan terhadap eucalyptus, yang sebelumnya telah melalui tahap uji awal secara in vitro dengan virus gamma dan beta corona.
Balitbangtan menyampaikan hasil pengujian in vitro terhadap virus SARS-CoV-2, pengujian toksisitas pada hewan model, dan uji klinis pada manusia yang dilakukan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
“Hasilnya sangat menggembirakan, zat aktif Eucalyptol dapat menjadi pilihan pengobatan yang potensial, karena berdasarkan hasil uji molekuler docking mampu mengikat Mpro pada virus SARS CoV-2 sehingga sulit bereplikasi,” tegas Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner NLP Indi Dharmayanti dalam keterangan resmi, Bogor, Rabu (5/5).
Selama setahun terakhir, dirinya bersama tim peneliti telah melakukan serangkaian riset lanjutan terhadap eukalyptus. Mulai dari uji in vitro, toksisitas, hingga uji klinis menggunakan virus SARS CoV-2 atau dikenal covid-19.
Tim yang terdiri dari peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Besar Pascapanen Pertanian dan BBP Mekanisasi Pertanian, telah melakukan riset gabungan dengan melibatkan akademisi dan Ikatan Dokter Indonesia.
Secara umum, pengujian tersebut menunjukkan, bahan tunggal maupun formula eucalyptus Balitbangtan yang diuji dapat menurunkan jumlah partikel dan daya hidup virus SARS-CoV 2, serta mengurangi kerusakan sel akibat infeksi SARS-CoV-2 secara in vitro.
Hasil penelitian tersebut dinilai berdasarkan peningkatan CT Value uji realtime PCR atau rRT-PCR, peningkatan nilai Optical Density uji MTT, dan mencegah munculnya cytophatic effect (CPE) pada kultur sel.
"Uji toksisitas per-inhalasi pada mencit tidak menunjukkan perubahan klinis, patologi dan histopatologi pada mencit yang diuji," jelasnya.
Sementara pada uji klinis, manifestasi klinis yang didapatkan, rata-rata durasi gejala pada kelompok yang diberikan eucalyptus lebih baik, terutama pada gejala batuk, pilek dan anosmia.
Demikian juga pada Nilai Neutrophil-Lymphocyte Ratio atau NLR mengalami penurunan dan menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik.
Begitu pula pada gambaran radiologi, secara umum mengalami perbaikan termasuk lima pasien yang tergolong moderat pneumonia, mengalami perbaikan setelah mendapatkan terapi eucalyptus.
Meskipun berdasarkan uji klinis produk ini dapat membantu mengurangi gejala klinis yang dirasakan penderita covid-19. "Namun, penerapan protokol kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi tetap menjadi pilihan utama dalam mencegah penularan covid-19,” demikian Indi mengingatkan.
Obat Tambahan
Sementara itu, Ketua Tim Riset Eucalyptus Fakultas Kedokteran Unhas Arif Santoso mengatakan, pihaknya harus melakukan terapi ke pasien covid-19 yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Unhas bekerja sama dengan Balitbangtan ingin membuktikan bahwa apa yang terjadi pada pengujian in vitro, uji hewan dan uji laboratorium, kemudian diterjemahkan ke pasien.
“Kita menggunakan metode ilmiah yang standar, memang hasilnya baik. Posisinya, eucalyptus sebagai adjuvan artinya obat tambahan. Jadi pasien mendapat obat yang seharusnya dan eucalyptus. Hasilnya lebih baik dibandingkan tanpa eucalyptus, itu yang kami dapatkan," terang Arif.
Ke depan, pihaknya akan meneliti dalam jumlah sampel yang lebih besar, sehingga bisa diaplikasikan secara luas ke masyarakat.
Sebelumnya, Berdasarkan studi terkait aktivitas antivirus senyawa 1,8-cineole pada SARS-CoV-2 melalui uji molecular docking yang dilakukan oleh Sharma & Kaur pada 2020, memperlihatkan bahwa Main protease (Mpro)/chymotrypsin seperti protease (3CLpro) dari covid-19, menjadi target potensial penghambatan replikasi Coronavirus.
Senyawa 1,8-cineole yang juga disebut eucalyptol adalah komponen utama dari minyak atsiri yang ditemukan dalam daun eucalyptus. Senyawa tersebut dalam eucalyptus memiliki kemampuan menetralisir virus, anti inflamasi dan antimikroba.
Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry menyebutkan, Balitbangtan telah menguji 60 jenis bahan herbal, seperti minyak atsiri, serbuk dan daging buah yang dilaporkan mempunyai kemampuan menetralkan virus. Dari hasil pengujian, eucalyptus memiliki potensi yang lebih tinggi dibandingkan bahan herbal lainnya.
Saat ini Balitbangtan telah mengembangkan beberapa prototipe produk berbasis eucalyptus seperti Roll On, Inhaler, Balsem dan Kalung Aromatherapy.
"Produk eucalyptus yang dikembangkan menggunakan formula yang telah diuji secara in vitro di Laboratorium BSL-3 BBalitvet," kata Djufry.