c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

18 Maret 2022

18:52 WIB

Kemenkeu: Penguasaan Aset Negara Secara Ilegal Masih Marak

DJKN Kemenkeu menyebut, mayoritas aset negara yang dikuasai oleh pihak ketiga merupakan Barang Milik Negara (BMN) hasil sitaan dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)

Kemenkeu: Penguasaan Aset Negara Secara Ilegal Masih Marak
Kemenkeu: Penguasaan Aset Negara Secara Ilegal Masih Marak
Ilustrasi aset negara yang dikuasai pihak ketiga. dok. Antara Foto

JAKARTA – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu) meyatakan, sampai saat ini, masih terdapat sejumlah pihak ketiga yang menguasai aset negara secara ilegal. Mayoritas aset negara yang dikuasai oleh pihak ketiga merupakan Barang Milik Negara (BMN) hasil sitaan dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Pihak ketiga tersebut melakukan okupansi aset negara dengan melawan hukum," ungkap Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi DJKN, Kemenkeu Purnama Sianturi dalam keterangannya, Jumat (18/3).  

Terhadap aset negara yang dikuasai oleh pihak ketiga tersebut, Kemenkeu menurutnya melakukan penguasaan fisik. Seperti salah satunya aset negara hasil sitaan eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang berada di Karet Tengsin, Jakarta.
 
Ia memastikan, berbagai upaya terus dilakukan untuk memperjuangkan kembali aset negara yang telah dikuasai secara ilegal tersebut. Di antaranya melalui gugat perdata atau mengikuti berbagai perkara yang berjalan atas aset negara. Purnama mencontohkan, salah satu upaya perkara yang dimenangkan pemerintah untuk menguasai kembali aset negara, baru-baru ini terjadi di Surabaya dengan nilai aset sekitar Rp200 miliar.
 
"Ada banyak perkara, walau misalnya kami kalah di tingkat pertama, untuk di tingkat akhir, tingkat Mahkamah Agung (MA), maupun tingkat peninjauan kembali (PK) kami menangkan," jelasnya.
 
Upaya lain untuk mengambil alih aset negara yang dimanfaatkan secara ilegal, dilakukan melalui langkah pengamanan. Salah satunya dengan mengajukan pemblokiran kepada Kantor Pertanahan setempat. Kemudian Kemenkeu akan memberitahu kepada lurah atau camat setempat, properti tersebut adalah barang milik negara (BMN).
 
Pengamanan aset negara, kata dia, juga dilakukan secara fisik dengan cara memasang tanda di atas BMN yang berupa tanah. "Jadi intinya, negara telah melakukan dan akan melakukan segala upaya untuk mengamankan ataupun memastikan hak negara atas aset itu tetap," ujarnya.



Pemalsuan Surat
Sekadar mengingatkan, baru-baru ini, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan surat aset jaminan BLBI di kawasan Kota Bogor, Jawa Barat.
 
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi, ketiga tersangka ini adalah satu orang mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kemudian satu orang mantan pegawai di DJKN Kementerian Keuangan, dan satu orang lainnya adalah seorang makelar tanah.
 
“BLBI sudah ada tersangka yang (aset) di Bogor Kota, tersangka kalau enggak salah tiga orang,” kata Andi saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
 
Andi menerangkan penanganan perkara pemalsuan aset BLBI ini ada di tiga lokasi, yakni di Kota Bogor, kemudian di Jasinga, Kabupaten Bogor, dan di Karawaci, Tangerang. Penyidikan pemalsuan aset BLBI di Kota Bogor yang ditangani oleh Bareskrim, telah menetapkan tiga tersangka. Sedangkan untuk aset di Karawaci masih dalam penyidikan.
 
Ia menjelaskan peran tiga tersangka, yakni mantan pegawai BPN dan mantan pegawai DJKN melibatkan makelar melakukan pemalsuan surat-surat, sehingga objek yang berperkara beralih kepemilikan.
 
“Kalau (perkara) yang di Bogor itu modusnya pemalsuan, di depannya pemalsuan sehingga berpindah hak. Kalau yang di Tamansari Karawaci penggelapan tanah Pasal 385 KUHP,” ujarnya.
 
Pengusutan kasus ini diawali oleh laporan yang dibuat oleh DJKN Kementerian Keuangan yang menduga adanya pengalihan aset BLBI bermasalah. Kementerian Keuangan melaporkan perkara tersebut atas dugaan penyerobotan hingga penggelapan.
 
Dalam hal ini, pemerintah sebelumnya sempat menyita 49 bidang tanah seluas 5.291.200 meter persegi (m2) terkait penagihan utang BLBI. Salah satu aset obligor yang disita ialah tanah milik Lippo Karawaci di Banten pada Jumat (27/8).
 
PT Lippo Karawaci Tbk sendiri membantah pemerintah menyita tanah seluas 25 hektare (Ha) terkait kasus BLBI. Menurutnya, tanah tersebut sudah dikuasai oleh negara secara hukum sejak 2001, sehingga menurut Lippo tanah itu bukan milik perusahaannya.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar