20 Juni 2025
16:53 WIB
Kemenkes Menemukan 356 Ribu ODHIV Hingga Maret 2025
Target Kemenkes menemukan 564 ribu ODHIVpada 2025 untuk menerima pengobatan dengan ARV.
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi HIV. Antara Foto/Ari Bowo Sucipto.
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per Maret 2025 menemukan 356.638 orang dengan HIV (ODHIV) dari total estimasi 564 ribu ODHIV hidup yang harus ditemukan pada 2025, agar dapat segera diberikan penanganan.
Kemudian, dari 356 ribu ODHIV yang ditemukan, 67% atau 239.819 orang sedang dalam pengobatan. Lalu, sekitar 55% atau 132.575 virusnya tersupresi.
"Ini mulai dari penemuan kasusnya juga kita masih menjadi tantangan dan tidak jarang ada yang menghilang saat di-follow up, menyebabkan ODHIV hidup dan tahu statusnya itu jadi tidak belum ditemukan 95%," kata Direktur Penyakit Menular Kemenkes Ina Agustina Isturini dalam jumpa pers secara daring di Jakarta, Jumat (20/6).
Padahal, lanjut dia, untuk mengakhiri epidemi AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada 2030, ada target 95-95-95, yakni 95 ODHIV hidup mengetahui status penyakitnya, 95% di antaranya mengikuti pengobatan AntiRetroViral (ARV), dan 95% yang mengikuti pengobatan tersupresi virusnya.
"Nah ini tersupresi itu artinya virus orang tersebut tidak menularkan lagi. Walaupun virusnya masih ada," kata Ina.
Selain itu, katanya, ada target Three Zeroes, yakni nol infeksi baru, nol kematian akibat AIDS, dan nol stigma dan diskriminasi.
Dia mengatakan dari 356 ribuan ODHIV yang ditemukan, sebanyak 37% adalah populasi kunci seperti lelaki yang berhubungan seks dengan sesama lelaki (LSL), Wanita Pekerja Sosial (WPS), pemakai narkoba suntik (penasun), serta waria atau transgender.
Baca juga: Ini Sejumlah Tantangan Dalam Penanganan HIV Di Indonesia
Kemudian 36,7% populasi umum populasi umum seperti orang dengan sistem imun rendah, misalnya karena tuberkulosis, IMS, hepatitis, ibu hamil, dan warga binaan. Sisanya, 10,8% populasi khusus seperti calon pengantin, dan 15,3% populasi rentan, yakni pelanggan pekerja seks, pasangan populasi kunci, dan anak yang ibunya punya HIV/AIDS.
Guna menemukan dan menangani lebih banyak ODHIV serta IMS, kata dia, Indonesia menggalakkan sejumlah upaya yakni pencegahan, surveilans, penangangan kasus, serta promosi, kesehatan.
Bagi publik, lanjut dia, pencegahan formulanya adalah ABCDE, yakni abstinence atau tidak melakukan hubungan seksual sebelum waktunya. Lalu, be faithful atau setia pada pasangan, kondom untuk mitigasi risiko.
"Kemudian no drugs. Karena dia juga salah satu pintu masuk penularan, melalui jarum suntik. E adalah education," urai Ina.
Dia juga mengajak publik untuk tidak takut memeriksakan diri untuk kesehatannya. Untuk mengurangi stigma dan diskriminasi, Kemenkes telah melatih tenaga kesehatan dan mengedukasi publik tentang cara memperlakukan pasien HIV dan IMS, seperti tentang menjaga kerahasiaan dan privasi.
"HIV, IMS itu bukan masalah moral, tapi itu adalah masalah kesehatan. Seperti kita lihat tadi, itu bisa mengenai semua usia kok, dari 0 sampai lansia. Dan dia bisa mengenai seluruh lapisan masyarakat. Ada, bisa populasi umum juga bisa. Populasi yang mungkin. Artinya, semua itu adalah masalah kesehatan. Jadi, kita tidak, jangan menghakimi siapapun orangnya," ucap dia.