c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

06 Agustus 2024

14:34 WIB

Kemenkes: Alat Kontrasepsi Hanya Untuk Remaja Yang Sudah Menikah

Pemberian alat kontrasepsi ditujukan bagi remaja yang menikah, tapi ingin menunda kehamilan sampai siap secara fisik dan psikis. Inisiatif itu muncul karena banyaknya perkawinan usia anak dan remaja

<p>Kemenkes: Alat Kontrasepsi Hanya Untuk Remaja Yang Sudah Menikah</p>
<p>Kemenkes: Alat Kontrasepsi Hanya Untuk Remaja Yang Sudah Menikah</p>

Ilustrasi - Seorang petugas Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan sejumlah alat kontrasepsi. Antara/Widodo S. Jusuf

JAKARTA - Kementerian Kesehatan menjelaskan, pemberian kontrasepsi bagi remaja, seperti yang disebutkan dalam pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 28/ 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, adalah bagi yang sudah menikah. Pernyataan ini menjadi respon dari munculnya kontroversi dari klausul pemberian alat kontrasepsi untuk remaja dalam beleid baru soal kesehatan tersebut.

"Ini ditujukan pemberian kontrasepsi bagi remaja yang menikah tapi menunda kehamilan sampai siap secara fisik dan psikis," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Siti Nadia Tarmizi dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Selasa (6/8).

Nadia menjelaskan, inisiatif tersebut dilakukan karena masih banyaknya perkawinan di usia anak dan remaja. "Kembali pasal 109 menyatakan pemberian layanan kontrasepsi pada pasangan usia subur," tuturnya.

Dia menyebutkan, pasal 103 tentang upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja, yang terdiri dari ayat 1-5, merupakan suatu program yang komprehensif. Nadia menyebut, pendekatan program itu adalah berdasarkan siklus kehidupan, karena kesehatan reproduksi tiap siklus kehidupan berbeda-beda.

"Akan ada Permenkes yang mengatur lebih teknis termasuk mekanisme dan pembinaan, monitoring dan sanksi sehingga tidak ada multitafsir," cetusnya.

Untuk diketahui, 28/2024, antara lain mengatur mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Pasal 103 Ayat 1 PP itu menyebutkan, upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.

Kemudian Ayat 4 menyatakan, pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja, paling sedikit terdiri atas deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.

Amanat Pendidikan Nasional
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai, penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar, yang diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan, tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional (Diknas).

"Itu tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,” kata Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

Dia menilai, penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa itu sama saja dengan membolehkan pelajar melakukan tindakan seks bebas. Menurutnya, ketimbang menyediakan alat kontrasepsi, lebih baik memberikan pendampingan bagi siswa dan remaja, khususnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi melalui pendekatan norma agama dan nilai pekerti luhur yang dianut budaya ketimuran di Indonesia.

Senada, Anggota Komisi VIII DPR RI Luqman Hakim menilai pelaksanaan edukasi kesehatan reproduksi dan seksual di Tanah Air harus berlandaskan nilai-nilai moral Pancasila dan nilai-nilai universal agama-agama. Menurut dia, landasan filosofis dan etik itu, akan berperan menjauhkan remaja Indonesia dari perilaku seks bebas.

"Pelaksanaan edukasi kesehatan reproduksi sangat penting diletakkan di atas dasar nilai-nilai moral Pancasila dan nilai-nilai universal agama-agama," kata Luqman.

Luqman lalu menilai penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja itu berpotensi menciptakan persepsi salah mengenai seksualitas pada usia remaja. “Dengan adanya akses langsung ke alat kontrasepsi, ada risiko bahwa remaja akan menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang dapat diatasi dengan mekanisme teknis semata, tanpa memperhatikan aspek emosional, moral, dan sosial yang penting,” ujarnya.

Hal itu, kata Luqman, berpotensi membuat pelajar menduga bahwa hubungan seksual pada usia muda adalah hal yang boleh untuk dilakukan. “Ini berpotensi mempromosikan pemikiran, hubungan seksual di usia muda adalah hal yang dapat diterima, asalkan dilakukan dengan penggunaan kontrasepsi, tanpa memberikan cukup penekanan pada risiko dan konsekuensi jangka panjang dari perilaku seksual prematur,” imbuhnya.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar