Kemenkes Akui Cakupan Imunisasi Polio Suntik Masih Sangat Rendah
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan bahwa imunisasi polio suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV 1) memberikan kekebalan terhadap polio tipe dua
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengakui cakupan imunisasi polio suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV 1) masih sangat rendah. Pada 2023, cakupannya mencapai 74%. Sedangkan, pada 2022 cakupannya mencapai 91,6%, pada 2021 mencapai 66,2%, pada 2020 mencapai 37,7%, dan pada 2019 mencapai 77%. Sementara itu, cakupan imunisasi polio tetes (Oral Polio Vaccine/OPV4) disebut Kemenkes cukup lumayan meski tetap turun dari tahun lalu. Pada 2023, cakupannya mencapai 72,2%, pada 2022 mencapai 99,8%, pada 2021 mencapai 80,2%, pada 2020 mencapai 86,8%, dan pada 2019 mencapai 94,2%. "Keadaan ini mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan imunitas di kelompok masyarakat kita, terutama untuk polio tipe 2 yang kekebalannya hanya bisa diperoleh dari imunisasi polio suntik atau IPV," ujar Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes, Prima Yosephine, dalam temu media daring, Jumat (19/7). Dia melanjutkan, kekebalan yang rendah membuat Indonesia mudah mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) polio. Sejak akhir 2022 sampai saat ini, Kemenkes mencatat 12 kasus polio terjadi di delapan provinsi. Prima menyebut, sebanyak sebelas kasus di antaranya merupakan polio tipe 2. Hal ini sejalan dengan cakupan imunisasi polio IPV yang rendah. Sementara itu, satu kasus di Papua Tengah pada Desember 2023 merupakan polio tipe 1. Menurut Prima, cakupan imunisasi polio suntik maupun tetes harus mencapai minimal 95%. Hal ini agar kekebalan kelompok bisa terbentuk dan virus polio tidak mudah menyebar. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengadakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio pada 23 Juli. Vaksin yang digunakan adalah vaksin polio tetes novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2) yang digunakan untuk KLB polio tipe dua. Vaksin tetes dipilih karena membentuk kekebalan di saluran pencernaan dan bisa melindungi kontak dekat anak yang tidak diimunisasi, sehingga lebih cocok digunakan di situasi KLB. Sementara itu, khusus di tanah Papua, diberikan tambahan vaksin polio tetes bOPV karena juga dilaporkan kasus polio tipe 1.
Menurut survei yang dilakukan Kemenkes dengan Risk Communication and Community Engagement (RCCE) Indonesia, kata Prima, mayoritas masyarakat yang disurvei memandang polio sebagai penyakit yang kurang mengancam. Pasalnya, mereka jarang mengetahui kasus polio di Indonesia. Oleh karena itu, dia menyebut mungkin ada sebagian masyarakat yang nanti enggan mengikuti PIN.
"Polio ini bisa dicegah hanya dengan imunisasi. Jadi, kami sangat berharap ini kesempatan kita untuk bisa memperkuat imunitas atau kekebalan khususnya untuk polio tipe 2," pesan Prima.