13 November 2024
18:17 WIB
Kemendiktisaintek Ingatkan Satgas Tak Tutupi Kasus Kekerasan Seksual
Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 menyatakan secara tegas pendanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus menjadi tanggung jawab perguruan tinggi
Editor: Nofanolo Zagoto
Foto ilustrasi kekerasan seksual. Shutterstock
PADANG - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengingatkan setiap Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT) untuk tidak menutupi informasi apabila terjadi sebuah kasus kekerasan seksual.
"Seharusnya, setelah penanganan (kasus) sudah ada publikasi bahwa laporan tersebut terbukti atau tidak," kata Inspektur Jenderal Kemendiktisaintek Chatarina Muliana Girsang di Padang, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (13/11).
Hal tersebut disampaikanya dalam workshop peningkatan kapasitas Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) di perguruan tinggi se-Sumatra Barat, sekaligus penandatanganan pakta integritas dan pelantikan Satgas PPK Universitas Andalas.
Bahkan, kata dia, setiap Satgas PPKPT di masing-masing perguruan tinggi juga harus mempublikasikan apakah pihak terlapor telah dijatuhi sanksi atau tidak atas perbuatannya.
Kendati demikian, Chatarina mengatakan beberapa hal yang tidak disampaikan oleh Satgas PPKPT kepada publik, biasanya menyangkut dengan mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual.
"Jadi, kalau masih dalam mekanisme penanganan dan satgas tidak terbuka mungkin itu bisa jadi atas permintaan korban," ujar dia.
Ia mengaku terdapat tantangan internal maupun eksternal dalam mewujudkan kampus yang bebas dari kekerasan seksual. "Untuk tantangan internal lebih mengarah kepada komitmen pimpinan perguruan tinggi. Hal ini merujuk kepada memahami pentingnya manfaat kampus yang bebas dari kekerasan seksual," katanya.
Pimpinan kampus menurutnya wajib memahami bentuk kekerasan seksual yang disamarkan dalam balutan sebuah bentuk candaan, memahami bentuk kekerasan pelanggaran asas dan prinsip penyelenggaraan pendidikan tinggi.
"Tantangan lainnya yakni kuatnya budaya organisasi atau tata kelola kampus yang mengarah pada senioritas, strata kuasa antara dosen dengan mahasiswa, hingga mindset kekerasan bagian dari pendidikan. Sementara, tantangan eksternal mengarah pada budaya patriarki," ujarnya.
Jamin Pemulihan Korban
Kemendiktisaintek dipastikannya menjamin pemulihan bagi korban kekerasan seksual lewat Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT).
"Selain upaya pemulihan terhadap korban, kita juga memastikan korban tetap dapat belajar atau bekerja di kampus tersebut," ucapnya.
Chatarina mengatakan, Permendikbudristek yang diterbitkan pada 14 Oktober 2024 tersebut menyatakan secara tegas pendanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus menjadi tanggung jawab perguruan tinggi.
Bahkan, ujar dia, apabila korban mendapat pendampingan dari psikolog maka seluruh biayanya akan dibebankan kepada perguruan tinggi. Kebijakan ini diharapkan menjadi solusi nyata terhadap penyelesaian kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan tinggi.
Sementara itu, Rektor Universitas Andalas, Sumatra Barat, Efa Yonnedi mengatakan, Universitas Andalas memiliki komitmen yang kuat terhadap pencegahan kekerasan seksual, perundungan, intoleransi dan sejenisnya.
Bahkan sejak dua tahun terakhir, perguruan tinggi yang diresmikan pada 13 September 1956 oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta tersebut telah memberhentikan seorang dosen karena terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual kepada mahasiswa.
"Unand memiliki komitmen yang kuat menuju kampus yang zero terhadap segala bentuk kekerasan," katanya.