Kemendikbudristek yakin peningkatan status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) tidak akan mendorong terjadinya komersialisasi pendidikan di PTN
Ilustrasi kampus. Shutterstock/dok
JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yakin status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) tidak akan mendorong komersialisasi pendidikan. Sebab sebagian besar sumber pendanaan PTN BH berasal dari luar biaya pendidikan, misalnya hasil kerja sama.
Hal ini, kata Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dikti Ristek) Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, diketahui dari Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) PTN BH yang tiap tahun ditinjau oleh Kemendikbudristek. Contohnya, sumber pendanaan IPB yang berasal dari biaya pendidikan mahasiswa hanya mencapai 22% dari total dana yang dikelola.
"Secara overall tidak akan menjadikan perguruan tinggi komersial, bahwa UKT (Uang Kuliah Tunggal) itu seolah-olah menjadi sumber pendapatan. Ini data yang sudah ada di kami," terang Tjitjik dalam taklimat media di Gedung Kemendikbudristek, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Rabu (15/5).
Oleh karena itu, meski PTN tidak diwajibkan untuk bertransformasi menjadi PTN BH, Kemendikbudristek tetap mendorong PTN untuk melakukan transformasi tersebut.
"Kenapa didorong? Karena secara fakta dengan bertransformasi menjadi PTN BH mempunyai otonomi yang lebih luas dalam pengelolaan akademik dan non-akademik," ujarnya.
Dia menyampaikan, PTN BH memiliki otonomi untuk mendiversifikasi sumber pendanaan PTN, misalnya melalui kerja sama penelitian, dana abadi, dan pengelolaan aset PTN BH. Dana itu bisa digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja PTN.
Dia juga mengingatkan seluruh PTN yang masuk dalam 1.000 kampus terbaik dunia versi QS World University Ranking merupakan PTN BH. Sebut saja Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga (Unair), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Diponegoro (Undip), dan Universitas Brawijaya (UB).
Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengatakan, PTN semestinya tidak didorong menjadi PTN BH. Pasalnya, otonomi PTN BH dalam mencari pendanaan tak jarang dibebankan pada mahasiswa. Ini berdampak pada biaya kuliah yang semakin mahal.
Dia menyebutkan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi telah menyatakan, penetapan UKT disesuaikan dengan kemampuan bayar mahasiswa. Ketika mahasiswa dan orang tua sudah menjerit, artinya ada ketidaksesuaian antara besaran UKT dan kemampuan ekonomi.
"Mestinya kampus hadir untuk menjembatani itu, bukan malah memberikan karpet merah kepada pinjol. Itu harus dievaluasi, jangan diteruskan kebijakan PTN BH itu," ujar Ubaid ketika ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Kamis (2/5) lalu.