17 Februari 2025
15:20 WIB
Kemenaker Perjuangkan Status Pekerja Pengemudi Ojol
Status pekerja untuk pengemudi ojol lebih jelas ketimbang status mitra yang merugikan.
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Leo Wisnu Susapto
Pengemudi ojol menggelar aksi menuntut status legal standing pengemudi ojol sebagai pekerja bukan lagi mitra. ValidNewsID/ Ananda Putri.
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) akan membuat regulasi terkait legal standing pengemudi ojek online (ojol) dengan status sebagai pekerja, bukan lagi mitra.
"Secepatnya, setelah lebaran lah (regulasi terbit). Kita sedang merumuskan dan juga kita lagi mengkaji ya hal itu," ujar Wamenaker Immanuel Ebenezer Gerungan, di kantor Kemenaker, Jakarta, Senin (17/2).
Dia menjelaskan, definisi kemitraan penyedia aplikasi berbeda dengan Kemenaker. Dia menilai, kemitraan seharusnya menempatkan pihak-pihak terkait secara sejajar. Namun, selama ini penyedia aplikasi membuat aturan secara sepihak tanpa kesepakatan pengemudi ojol.
Wamenaker yang biasa disapa Noel itu melanjutkan, legal standing pengemudi ojol dibuat berkaca dari negara-negara Eropa yang menetapkan pengemudi transportasi daring sebagai pekerja. Mengacu pula pada ketentuan International Labour Organization (ILO) yang telah menetapkan hal serupa.
Baca: Ekonom: Legalitas Pengemudi Ojol Renggut Fleksibilitas Jam Kerja
Meski begitu, dia menyebut belum ada kepastian mengenai bentuk regulasi yang akan ditetapkan.
Berdasarkan data yang dilaporkan ke Kemenaker, kata Noel, saat ini jumlah pengemudi ojol sekitar 4-5 juta orang. Ada yang memiliki akun tunggal hingga akun ganda.
Selain itu, Noel menanggapi program dari penyedia aplikasi yang dia nilai merugikan pengemudi ojol. Seperti aceng (argo goceng), yakni upah pengemudi sebesar Rp5.000 untuk setiap perjalanan, tak berdasarkan jarak.
Akan semua hal itu, Noel menyatakan akan berdiskusi dengan penyedia aplikasi. Karena, kebijakan di sektor jasa ini diterapkan sepihak oleh penyedia aplikasi.
Dia juga berkata, penting bagi pemerintah untuk menetapkan besaran tarif per perjalanan yang diterima pengemudi ojol. Kewenangan itu aturan ini disebutnya ada di Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Hak Perempuan
Pengunjuk rasa juga meminta pemerintah dan penyedia aplikasiuntuk memenuhi hak bagi pengemudi ojol perempuan, seperti hak cuti haid dan cuti hamil.
"Walaupun mereka hamil, walaupun haid, menyusui pun mereka tetap nge-bid.," ujar Lily ketika ditemui di lokasi aksi.
Selain itu, Lily menyebut ketidakadilan lain yang dialami pengemudi ojol perempuan adalah pesanan sering dibatalkan oleh penumpang laki-laki. Hal ini dia duga karena penumpang laki-laki merasa tidak nyaman. Padahal, pembatalan membuat pengemudi ojol perempuan lebih sulit mendapat pesanan selanjutnya.
Senada, perempuan pengemudi ojol dari Serikat Demokrasi Pengemudi Indonesia (SDPI) Sukabumi, Reni Sundari berkata, pengemudi ojol khususnya perempuan tidak mendapat pelindungan sosial sama sekali. Hal ini mengancam kesehatan dan keselamatan mereka ketika bekerja.