17 September 2025
16:11 WIB
Kejagung Usul Korban Tak Dipandang Sebagai Alat Bukti
Jampidum Asep Nana Mulyana mengusulkan penguatan regulasi, dalam hal ini dalam revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban, yang lebih berpihak pada korban
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Nofanolo Zagoto
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Asep Nana Mulyana (dua kiri) saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XIII di Gedung DPR MPR RI, Jakarta, Rabu (17/9/2025) ANTARA/Aria Ananda
JAKARTA - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum Kejagung), Asep Nana Mulyana, mengusulkan ada penguatan regulasi yang lebih berpihak pada korban. Menurutnya, korban semestinya tidak dipandang sebagai alat bukti dalam suatu perkara.
Ia menyampaikan, saat ini posisi korban itu sama halnya dengan alat bukti yang lain seperti yang tercantum dalam Pasal 180 KUHAP. Posisi korban sama dengan saksi, dan tersangka.
"Tidak ada perbedaan spesifik dalam undang-undang, menempatkan korban itu sebagai suatu yang sifatnya khusus yang atau sendiri," kata Asep dalam rapat revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban (RUU PSK) di Ruang Rapat Komisi XIII DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (17/9).
Ia menilai perlu ada kesepakatan adanya perlindungan kepada korban sebagai bentuk penghormatan. Maka dari itu itu, kata dia, perspektif mengenai posisi korban dan saksi harus diubah.
"Tidak dalam konteks menempatkan korban sebagai saksi, sebagai alat bukti, yang ketika itu ditempatkan posisi itu, maka tidak ubahnya korban pun seolah-olah sebagai alat bukti," jelas Asep.
Asep menambahkan, saat ini korban terkesan dibiarkan begitu saja ketika penyidik dan alat bukti terpenuhi, serta saat tindak pidana dinyatakan lengkap.
Posisi korban, lanjut dia, saat ini hanya dipandang sebagai bagian dari mekanisme. Dia menegaskan perlu adanya perubahan paradigma mengenai korban maupun saksi.
"Kami sempat sampaikan di dalam rapat 18 Februari 2025, bagaimana mengubah paradigma itu. Jadi tidak lagi melihat korban sebagai alat bukti, tetapi dalam konteks yang lebih luas daripada itu," tuturnya.
Diketahui, perubahan kedua Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) menyesuaikan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru yang akan diberlakukan pada 2026.
Adapun Revisi UU PSK yang mengandung setidaknya 13 poin penguatan ini ditargetkan DPR RI rampung sebelum 1 Januari 2026 atau bersamaan dengan berlakunya UU KUHAP yang baru.