16 November 2022
20:08 WIB
Penulis: James Fernando
Editor: Nofanolo Zagoto
JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menerangkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menerima tiga surat pembertahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terkait kasus dugaan peredaran dan produksi obat sirop yang menyebabkan gagal ginjal akut pada anak. Dua SPDP berasal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Satu lainnya dari Polri.
“Sementara ini, kami sudah menerima tiga SPDP, dua dari PPNS BPOM satu dari penyidik Polri,” kata Ketut usai pertemuan antara Jaksa Agung dengan Kepala BPOM, di Kejaksaan Agung, Rabu (16/11).
Saat ini, tiga SPDP itu telah dilimpahkan ke Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum. Akan tetapi, kata Ketut, jumlah SPDP ini bisa saja akan bertambah. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, ada enam calon tersangka dalam kasus ini.
“Tadi, menurut informasi akan berkembang sampai enam, tapi belum ada SPDP,” tambah Ketut.
Sementara itu, Kepala BPOM, Penny Lukito mengatakan, ada beberapa perusahaan farmasi yang diduga melanggar ketentuan dalam produksi dan pendistribusian sirop berbahaya tersebut.
“Penyidikan yang sedang dikembangkan berkaitan dengan industri farmasi yngg melanggar ketentuan, dikaitkan dengan standar pencemar EG dan DEG dan kaitannya dengan kasus gagal ginjal pada anak,” kata Penny.
Selain soal penyidikan, BPOM juga meminta pendampingan hukum dari Jaksa Agung Muda bidang Tata Usaha Negara (TUN). Permintaan ini untuk menindaklanjuti gugatan Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait polemik obat sirop yang diduga sebagai pemicu kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia.
Karena Ketidakpahaman
Gugatan terkait memiliki nomor perkara 400/G/TF/2022/PTUN.JKT itu didaftarkan KKI pada 11 November 2022. Dalam laman SIPP PTUN Jakarta, agenda pemeriksaan persiapan dijadwalkan dilakukan pada 28 November 2022.
Menurut Penny, gugatan itu merupakan bentuk ketidakpahaman masyarakat soal pengawasan obat-obatan. Dia yakini, pihaknya telah menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sesuai ketentuan.
Karena itu, BPOM telah melampirkan seluruh data yang diperlukan untuk pengajuan pendampingan dari pengacara negara. Data itu akan dipelajari oleh Korps Adhyaksa sebelum persidangan dimulai.
“Tapi ini ada masalah kelalaian di industri farmasi dan tentunya kelalaian ini menimbulkan suatu kondisi yang menyedihkan kita semua. Dan juga ini adalah aspek kesehatan, nyawa dari manusia, jadi ini suatu kejahatan. Tentunya ini menjadi tugas dari Kejaksaan Agung,” tambahnya.
Kejaksaan Agung sendiri menyatakan siap mendukung BPOM menghadapi gugatan itu, dengan cara menyiapkan jaksa pengacara negara untuk mengikuti proses persidangan ini.