13 Januari 2023
14:10 WIB
Penulis: James Fernando
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Tim penyidik koneksitas Jaksa Agung Penyidik Bidang Pidana Militer dan Polisi Militer TNI beserta Oditurat Militer Tinggi II Jakarta, menahan empat tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan satelit orbit 123 derajat bujur timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2012-2021.
Ketiga tersangka tersebut yanki Arifin Wiguna (Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma). Kemudian, Surya Cipta Witoelar (Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma), Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto (Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan, Desember 2013-Agustus 2016. Serta, Thomas Van Der Heyden (TVH) seorang warga negara asing (WNA) asal Amerika Serikat.
“Mereka ditahan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung Tim,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana di Jakarta, Jumat (13/1).
Penyidik menetapkan keempat orang ini sebagai tersangka pada Juni 2022. Tim penyidik tak langsung menahan mereka, namun mencegah mereka pergi ke luar negeri.
Pada perkara ini, Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto bersama tersangka Surya Cipta dan Arifin Wiguna mengadakan kontrak sewa satelit dengan pihak Avantee. Proses kontrak ini diduga ada perbuatan melawan hukum dalam proses ini.
Yakni, ada penunjukan langsung untuk penyewaan satelit tanpa ada surat keputusan dari menteri pertahanan. Padahal, penyewaan ini menyangkut pertahanan negara yang harus mendapatkan persetujuan setingkat menteri.
Dalam proses penyewaan, ketiga tersangka tak membentuk tim evaluasi pengadaan (TEP). Selain itu, tak ada penetapan pemenang oleh menteri pertahanan selaku pengguna anggaran setelah melalui evaluasi dari TEP.
Mereka juga menandatangani kontrak tanpa ada anggaran pengadaan. Selain itu, kontrak tersebut juga tidak didukung dengan adanya harga perkiraan sendiri (HPS) yang melibatkan tenaga ahli.
Masih terkait kontrak penyewaan ini, ketiga tersangka tak memenuhi syarat umum kontrak (SSUK) dan syarat khusus kontrak (SSKK). Padahal, syarat itu wajib dalam kontrak pengadaan.
Tak hanya itu saja, dalam kontrak itu tak ada kewajiban bagi pihak Avantee untuk membuat/menyusun kemajuan pekerjaan atau sewa satelit Artemis. Lalu, tak ada bukti dukung terkait tagihan yang diajukan.
Penyidik pun menemukan bukti, spesifikasi satelit Artemis yang disewa tak sama dengan satelit Garuda. Karena itu, satelit tersebut tak dapat digunakan. Padahal, sudah keluar duit Rp500,5 miliar. Yakni, pembayaran sewa satelit dan putusan arbitrase Rp480,3 miliar. Lalu, pembayaran konsultan sebesar Rp20,2 mililar.