c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

19 September 2025

19:00 WIB

Kegundahan Hati Pelestari Topeng Blantek

Teater khas Betawi, topeng blantek, terancam punah karena ekosistem kesenian yang tidak sehat. Pelaku seni tidak mendapatkan kesempatan untuk mementaskan topeng blantek.  

Penulis: James Fernando

Editor: Rikando Somba

<p>Kegundahan Hati Pelestari Topeng Blantek</p>
<p>Kegundahan Hati Pelestari Topeng Blantek</p>

Pementasan topeng blantek. dok. Sanggar Topeng Blantek Ibnu Sena

JAKARTA – Saat usianya masih belia, Natsir Mupid (68 tahun) sudah sering melihat topeng blantek digelar di sana-sini. Kesenian ini dulu salah satu tontonan favorit masyarakat Betawi. Banyak orang muda tertarik mempelajarinya, termasuk Natsir.

Bahkan, sampai tahun 1990-an, masih banyak grup atau sanggar yang berlomba-lomba mementaskan topeng blantek saat mengikuti festival budaya Betawi. 

Seingat Natsir, ada 18 grup yang ikut festival tersebut. Ia kenal semua pemainnya. Rata-rata masih muda. 

Sekarang, situasinya benar-benar berbeda. Topeng blantek nyaris tidak dikenal lagi. Tiap kali Natsir ngobrol dengan anak-anak muda Betawi di daerah tempat tinggalnya di kawasan Ulujami, Jakarta Selatan, mereka kebanyakan tidak tahu topeng blantek. 

Wajar saja mereka tidak tahu. Topeng blantek pada masa kini sudah jarang dipentaskan. Belasan grup yang dulu terbiasa mementaskannya hilang satu per satu. Warga Betawi pun, khususnya yang muda, jarang yang mengetahuinya.

Pada tahun 2024, Natsir sempat mendapat informasi bahwa sanggar yang masih mementaskan topeng blantek tersisa dua. Satu sanggar miliknya, satu lagi sanggar Betawi di kawasan Jakarta Barat. Mirisnya, sejawatnya itu didengar Natsir belakangan terpaksa menjual separuh peralatan untuk kebutuhan ekonomi.

Natsir sadar topeng blantek, yang sudah jadi bagian dari warisan budaya tak benda Jakarta sejak 2019 ini, suatu saat bisa tinggal cerita jika tidak ada lagi yang menekuninya. Karena alasan itu, Natsir beberapa tahun ini mulai gencar mengenalkan topeng blantek pada generasi muda. 

“Saya sudah memutuskan hidup dan mati saya untuk melestarikan topeng blantek agar tetap bertahan di era sekarang”, aku Natsir saat berbincang dengan Validnews, Kamis (18/9). 

Natsir sadar tidak akan mudah mengenalkan topeng blantek ke generasi muda. Meskipun mereka pernah pergi menonton pertunjukan seni Betawi, sangat jarang yang pernah melihat pementasan topeng blantek. 

Demi mendapat perhatian anak-anak yang didekatinya, Natsir biasanya akan memperlihatkan beberapa peralatan topeng blantek. Biasanya, dia langsung memperagakannya tanpa naskah dan perencanaan. Natsir secara spontan akan membuat sebuah cerita tentang jawara. 

Usaha Natsir ini biasanya tidak sia-sia. Pasti akan ada anak-anak yang tertarik untuk belajar. Terlebih, setelah mereka tahu ada banyak peran yang bisa ditekuni dalam pementasan topeng blantek, mulai dari pemain teater hingga pemusik. Untuk cerita-cerita tertentu, bahkan dibutuhkan pemain silat. 

Dari hal inilah, kini ada sekitar 30 anak yang dilatih Natsir setiap hari Sabtu dan Minggu di Sanggar Topeng Blantek Ibnu Sena miliknya. Sebagian anak-anak ia ajarkan memainkan rebana biang dan rebana kotek. Sisanya, akan diajarkan memainkan karakter sesuai cerita yang sudah disiapkan Natsir. Bukan hanya gerakan tari dan musik saja yang diajarkan. 

Di sela-sela latihan, Natsir akan bercerita tentang nilai, sejarah, dan konteks dari Topeng Blantek sebagai warisan teater masyarakat Betawi. Upaya pengaderan ini dilakukan dengan mengutamakan kesabaran.

“Anak-anak sekarang pintar-pintar, cepat mengerti. Tapi disiplinnya itu yang susah. Kalau kita keras, nanti mereka gak balik lagi. Itulah saya harus mengajarkan dengan sabar,” katanya. 

Jarang Ada Pementasan
Natsir menyadari perlu ada pementasan untuk anak-anak yang sudah mulai terlatih. Bagusnya, anak-anak tersebut pernah dapat kesempatan untuk mentas di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) saat ulang tahun Jakarta. Pementasan penting untuk menjaga gairah anak-anak tersebut.

Natsir bersyukur pementasan di TMII mendapat respons positif dari penonton. Penonton merasa senang karena sudah lama tidak melihat pementasan topeng blantek dari Betawi.   

“Di situ kepercayaan anak-anak makin bulat, kalau topeng blantek ini memang asal Betawi. Jadi bukan cerita hanya dari saya,” ucap Natsir.

Sayangnya, meski bisa membuai penonton di TMII, kesempatan anak-anak tersebut untuk mentas masih terbilang jarang. Sanggar milik Natsir paling banyak tiga kali mentas saja dalam kurun waktu satu tahun.

Natsir khawatir kondisi ini akan mempengaruhi semangat puluhan anak binaannya. Takutnya mereka akan menghilang, mencari kesibukan lainnya. Kalau itu terjadi, Natsir mau tidak mau memulai dari nol lagi.

Belakangan ini saja Natsir melihat hanya beberapa anak saja yang rajin datang ke sanggar untuk latihan. Sisanya, mulai jarang mengikuti latihan. 

Untuk mengatasi hal ini, Natsir mulai mencarikan anak-anak tersebut kesempatan mentas, meski itu bukan pementasan topeng blantek. Misalnya, saat ada seniman Betawi sedang mencari penari atau pemain musik, Natsir pasti akan langsung menyodorkan anak binaannya.

Sejauh ini, belum ada dukungan dari pemerintah yang optimal soal pelestarian topeng blantek ini. Menurutnya, jika Topeng Blantek dianggap aset budaya, seharusnya ada perhatian lebih dari pihak terkait.

Natsir berharap seni tradisi tidak hanya dimanfaatkan untuk brosur pariwisata atau parade upacara. Namun, benar-benar dijadikan warisan hidup yang tumbuh bersama masyarakat.

Meski dukungan dari pemerintah tak optimal, Natsir tetap akan berupaya menjaga kelestarian topeng blantek. Selama masih bernafas, maka teater rakyat Betawi ini akan diupayakan Natsir terus menyala, walau itu kecil atau redup.

“Selama saya bernafas, saya akan bertahan untuk melestarikan topeng blantek. Kadang saya berpikir kalau saya mati, siapa lagi yang meneruskan topeng blantek ini,” seru Natsir.

Gerakan pelestarian topeng blantek juga dijalankan Muhamad Rido (28). Pelaku seni topeng blantek ini berupaya menghidupkan topeng blantek di saat orang-orang seusianya tak peduli. Rido sampai dianggap aneh karena mau menggeluti kesenian yang tidak memiliki popularitas di masa kini.

Meski kadang menerima sindiran, Rido tetap dengan pendiriannya untuk terus belajar soal topeng blantek dan sejarah Betawi. Karena itu, Rido berguru ke Natsir.

Improvisasi dan Nilai Kejujuran
Rido menilai topeng blantek unik karena sifatnya yang improvisatif, tanpa naskah ketat seperti teater modern. Improvisasi itu menjadi inti kejujuran dalam pertunjukan. Mencerminkan spontanitas dan kehidupan. 

Rido sudah memainkan banyak peran saat pementasan. Mulai dari penasihat raja, asisten bos, hingga pemburu barang antik dalam lakon-lakon tradisional yang kaya cerita, pernah dilakoninya.

Dia tampil menggunakan ingatan dan kemahirannya dalam memahami budaya Betawi. Dia berharap ucapan yang keluar dari mulutnya saat mentas mengajarkan generasi muda soal nilai-nilai budaya Betawi yang kian memudar ini.

Karena alasan itu, Rido akan menghindari mengarang cerita yang bisa membuat bias budaya Betawi di kemudian hari. “Yang saya suka dari topeng blantek itu nilai kejujurannya. Tiap tampil tanpa naskah. Jadi kita berbicara jujur sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada,” kata Rido saat berbincang dengan Validnews, Kamis (18/9).

Rido mulai serius menggeluti seni topeng blantek sejak 2017. Sebelumnya ia menekuni silat Betawi Beksi di daerah Petukangan, Jakarta Selatan.  Perkenalannya dengan topeng blantek terjadi saat guru silat Rido menawarkan kepadanya untuk membantu pementasan topeng blantek. Kebetulan Sanggar Topeng Blantek Ibnu Sena sedang membutuhkan pemeran silat. 

Meski cuma tampil sebentar memainkan silat di bagian cerita tertentu, Rido langsung terkesan dengan topeng blantek. Rido heran kesenian ini nyaris punah karena tidak ada generasi muda yang tertarik melestarikannya. 

Kenyataan ini memantik niat Rido untuk belajar topeng blantek. Tak hanya itu saja, Rido juga membebankan dirinya sendiri untuk mengajak teman-temannya agar mau terlibat dalam kesenian ini. Makanya, ia mengunggah video latihan ke media sosial. Rido berharap ada temannya penasaran dan bertanya padanya. 

Sosialisasi ke Sekolah
Sejauh ini Rido sudah berhasil menggaet belasan temannya. Akan tetapi, karena sepi pementasan, teman-temannya banyak yang tidak aktif lagi. Hanya tinggal beberapa orang saja yang rajin untuk datang latihan.

"Sekarang yang bertahan cuma 4-5 orang saja. Banyak yang sudah hilang karena fokus orang-orang sekarang lebih ke materi, cari duit. Tapi kami tetap berusaha membina anak-anak muda lewat sosialisasi di sekolah-sekolah," tambah Rido.

Upaya Rido tidak berhenti seputaran teman-temannya saja. Ia juga kepikiran untuk meminta bantuan Kementerian Kebudayaan untuk mengenalkan topeng blantek ini ke sekolah-sekolah di Jakarta. Rido terlibat langsung mengenalkan topeng blantek ini di sekolah-sekolah.

Dia berharap, topeng blantek kembali dikenal luas oleh masyarakat, khususnya di Jakarta. Jadi, topeng Blantek bisa kembali mencapai masa kejayaannya, antara tahun 1994 hingga 1996. "Ini bukan soal warisan harta, tapi warisan budaya yang harus terus dijaga dan diwariskan," ujar Rido.

Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra mencermati kian pupusnya kebudayaan ini dari warga Betawi. Dia mengatakan topeng blantek terancam punah karena ekosistem kesenian yang tidak sehat. Para pelaku seni tidak mendapatkan kesempatan untuk mementaskan topeng blantek. 

“Karena memang tidak ada ruang pentas atau pertunjukan yang sehat dan normal. Karena tidak ada maestro yang menurunkan pengetahuannya itu maka semakin hari semakin berkurang para praktisinya, para senimannya,” kata Yahya kepada Validnews, Kamis (18/9).  

Meski begitu, Yahya tetap yakin kepunahan topeng blantek bisa dicegah. Syaratnya, Pemerintah Jakarta harus mendukung, dengan cara memberikan ruang berekspresi seluas-luasnya kepada para pelaku seni topeng blantek. Pemerintah juga harus membantu para pelaku seni topeng blantek untuk mengenalkan kesenian ini kepada generasi muda. Dengan begitu, minat generasi muda Betawi untuk belajar topeng blantek bisa muncul.

“Tetapi kita mengharapkan semua elemen masyarakat peduli pada ini, sehingga dia (topeng blantek.red) akan direvitalisasi, dikuatkan kembali hidupnya dengan menyehatkan lingkungan keseniannya,” tutup Yahya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar