c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

14 Desember 2021

14:12 WIB

Kearifan Lokal Jadi Sumber Informasi Berharga Riset Kebencanaan

Kearifan lokal itu dapat membantu periset untuk memahami mekanisme bencana yang terjadi sejak beberapa abad lalu, terutama yang non-hidrometeorologi

Penulis: Wandha Nur Hidayat

Editor: Leo Wisnu Susapto

Kearifan Lokal Jadi Sumber Informasi Berharga Riset Kebencanaan
Kearifan Lokal Jadi Sumber Informasi Berharga Riset Kebencanaan
Ilustrasi kondisi rumah warga terdampak bencana. (ANTARA/Humas BNPB)

JAKARTA – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menegaskan berbagai suku bangsa di Indonesia memiliki kearifan lokalnya dalam hidup bersama bencana alam. Kearifan lokal ini disebut menjadi sumber informasi berharga bagi riset kebencanaan.

"Berbagai kearifan lokal ini menjadi warisan turun-temurun atas upaya untuk bertahan di tengah bencana alam," ungkap Handoko saat membuka acara Indonesia International Disaster Expo & Conference (IIDEC) 2021, yang digelar secara daring, Selasa (14/12).

Kearifan lokal itu dapat membantu periset untuk memahami mekanisme bencana yang terjadi sejak beberapa abad lalu. Pemahaman ini, terutama yang non-hidrometeorologi, sangat penting untuk memperkuat mitigasi bencana yang mungkin terjadi di masa depan.

"Kemampuan mitigasi bencana ini akan menjadi landasan yang kuat bagi pengembangan berbagai teknologi alternatif serta diseminasi bagaimana mencegah bencana di masa yang akan datang," ujar dia.

Dia menjelaskan seluruh rantai pengetahuan ini mencakup mulai dari pemahaman akan mekanisme terjadinya bencana. Kemudian, lokasi yang mungkin terdampak bencana, hingga berbagai inovasi teknologi khususnya untuk peringatan dini.

Hal-hal itu seharusnya merupakan basis dari kemampuan bangsa Indonesia untuk hidup berdampingan dengan bencana. Untuk itu, BRIN ingin menggalakkan berbagai riset lintas disiplin terkait kebencanaan melalui berbagai organisasi riset yang ada di bawahnya.

"BRIN melalui berbagai organisasi risetnya siap mendukung riset-riset terkait untuk menciptakan berbagai teknologi serta mendukung kebijakan penanganan bencana yang berbasis pada sains dan juga bukti berbasis data yang solid," urai Handoko.

BRIN, lanjut dia, memiliki sejumlah organisasi riset dengan pusat-pusat riset yang dapat mendukung berbagai kegiatan riset kebencanaan. Mulai dari ilmu sosial-humaniora untuk menggali kearifan lokal, lalu riset akuisisi data berbasis citra satelit.

Kemudian kegiatan riset terkait geologi dan oseanografi untuk memahami berbagai mekanisme terjadinya bencana. Serta bidang ilmu sains dan keteknikan untuk pengembangan berbagai sensor simulasi, dan teknologi mitigasi kebencanaan.

"Semua ini diharapkan dapat diramu untuk menjadi kebijakan nasional serta sektoral melalui deputi kebijakan pembangunan serta deputi kebijakan riset dan inovasi di BRIN," tegasnya.

Namun, Handoko menekankan, BRIN berfokus pada penggalian pengetahuan kearifan lokal, akuisisi data berbasis citra satelit secara berkesinambungan, dan inovasi teknologi mitigasi serta rekomendasi kebijakan terkait.

Teknologi yang telah dikembangkan dan siap dipakai sebagai perangkat operasional akan diserahkan ke pihak terkait setelah melalui proses pengujian. Misalnya, kepada BMKG atau Pusat Vulkanologi untuk gempa yang disebabkan oleh aktivitas vulkanik.

Selanjutnya BMKG atau Pusat Vulkanologi dapat menggunakan alat tersebut sebagai perangkat operasional untuk memberi informasi akhir kepada masyarakat sesuai dengan regulasi yang berlaku.

"Demikian juga dengan rekomendasi kebijakan yang akan diserahkan kepada Bappenas untuk kebijakan secara nasional, serta berbagai kementerian dan lembaga untuk sektor-sektor terkait," imbuh Handoko.

Menurut dia, kemampuan mitigasi sangat penting karena Indonesia menjadi langganan berbagai bencana alam. Hal ini tidak terlepas dari posisi geografis Indonesia yang terletak tepat di garis khatulistiwa yang menyebabkan intensitas hujan yang sangat tinggi.

Indonesia juga diapit dua samudera besar yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Juga, secara geografis, Indonesia merupakan wilayah pertemuan tiga lempeng utama di dunia, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.

"Pertemuan tiga lempeng tersebut menimbulkan potensi gempa bumi yang cukup besar yang berkontribusi 90% terhadap seluruh kejadian gempa bumi di Tanah Air. BNPB mencatat kejadian bencana alam di Indonesia selama 2021 saja mencapai 2.796 kali," jelas dia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar