c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

28 November 2023

18:59 WIB

Kasus DBD Di Indonesia Melebihi Standar WHO

Kasus DBD di Indonesia mencapai 28,45 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan standar aman WHO menetapkan kurang dari 10 kasus per 100.000 penduduk

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Nofanolo Zagoto

Kasus DBD Di Indonesia Melebihi Standar WHO
Kasus DBD Di Indonesia Melebihi Standar WHO
Seekor nyamuk hinggap di tubuh manusia. Shutterstock/khlungcenter

JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin mengatakan, angka kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia saat ini mencapai 28,45 per 100.000 penduduk. Beberapa tahun sebelumnya, angka ini bahkan pernah mencapai 80 per 100.000 penduduk. Padahal, standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO) adalah di bawah 10 per 100.000 penduduk.

"Jadi, memang dengue kita itu tingginya tinggi banget," ujar Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta Pusat, Selasa (28/11).

Ia melanjutkan, Indonesia juga tidak pernah bisa mencapai standar angka kejadian DBD yang ditetapkan WHO. Meskipun, sudah ada upaya intervensi seperti fogging dan gerakan 3M (menguras, menutup, dan mengubur tempat perkembangbiakan nyamuk).

Namun, belakangan ini angka kejadian DBD di kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disebutnya berhasil mencapai standar WHO. Pada Januari 2022, angka kejadian DBD di sana mencapai 9,97 per 100.000 penduduk. Angka ini menurun lagi hingga 1,94 per 100.000 penduduk pada Juli tahun ini.

Penurunan kasus DBD di Yogyakarta, jelasnya, disebabkan oleh penerapan teknologi wolbachia. Wolbachia merupakan bakteri alami yang ada di dalam tubuh beberapa serangga, termasuk nyamuk. 

Bakteri ini disebut Budi dapat mengalahkan virus dengue yang ada dalam tubuh nyamuk. Kemampuan nyamuk untuk menularkan virus dengue pada manusia pun berkurang drastis.

Teknologi wolbachia dilakukan dengan menyebar telur nyamuk berwolbachia ke alam. Jumlah telur yang dilepas mencapai 10% dari total populasi nyamuk di daerah tersebut. Penyebaran ini dilakukan sebanyak 12 kali, sehingga jumlah telur yang disebar kurang dari 1% populasi dalam satu kali pelepasan.

Penerapan wolbachia, ujar Budi, telah melalui empat tahap penelitian yang dimulai sejak 2011. Analisis risiko juga sudah dilakukan pada 2016 silam dengan melibatkan 24 pakar independen. Hasilnya, dalam 30 tahun ke depan, dampak berbahaya dari penyebaran nyamuk berwolbachia dapat diabaikan.

Lalu, studi Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) yang dilakukan Universitas Gadjah Mada (UGM) sepanjang 2017-2020 juga menunjukkan, penyebaran wolbachia menurunkan 77% insiden dengue di Yogyakarta.

"Secara data, secara sains, secara fakta, sudah jelas sekali. Itu sebabnya kemudian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yakin kita terapkan ini," tambahnya.

Selain itu, ia mengatakan, dalam tiga tahun terakhir rata-rata kematian akibat DBD mencapai sekitar 900 kematian. Pada 2022, angka ini bahkan menembus 1236 kematian. Mayoritas korban merupakan anak-anak.

"Jauh lebih banyak dari (korban) GGAPA (Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal). Jadi, kalau GGAPA kita sudah sedih, sudah apa, harusnya ini kita lebih sedih lagi," ujarnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar