28 November 2023
12:00 WIB
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) mencatat, jumlah balita wasting meningkat dari 7,1% pada 2021 menjadi 7,7% pada 2022. Sementara itu, jumlah balita stunting menurun dari 24,4% pada 2021 menjadi 21,6% pada 2022.
Berdasarkan laman resmi Kemenkes, wasting adalah kondisi penurunan berat badan anak hingga di bawah standar pertumbuhan.
"Balita-balita wasting ini ke depannya memiliki risiko untuk juga terjadi stunting," ujar Nutrisionis Madya Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kemenkes, Hera Nurlita, dalam webinar yang diadakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Selasa (28/11).
Dia melanjutkan, saat ini sebanyak 4,5 juta balita atau 1 dari 12 balita mengalami wasting. Lalu, sekitar 760 ribu anak mengalami gizi buruk. Jika gizi buruk berlangsung dalam waktu yang lama, anak berisiko mengalami stunting.
Mengatasi ini, sebutnya, Kemenkes telah melakukan sejumlah upaya intervensi. Intervensi ini terbagi ke dalam tiga kategori yaitu sebelum lahir, setelah melahirkan, dan intervensi lintas siklus hidup.
Intervensi sebelum kelahiran di antaranya adalah skrining anemia pada remaja putri. Lalu, mendorong konsumsi tablet tambah darah (TTD) remaja putri, hingga pemeriksaan antenatal care (ANC) ibu hamil minimal enam kali. Namun, dia mengakui capaian ketiganya masih di bawah 90% dan perlu diakselerasi.
Intervensi setelah kelahiran mencakup pemantauan pertumbuhan balita, pemberian ASI eksklusif untuk bayi kurang dari enam bulan, dan pemberian makanan pendamping ASI untuk bayi usia 6-23 bulan. Ditambah, pemberian asupan gizi tambahan untuk balita gizi kurang.
Terakhir, intervensi lintas siklus hidup meliputi pelayanan bagi balita gizi buruk, imunisasi dasar lengkap bagi balita, dan penerapan desa bebas buang air besar sembarangan (BABS). Pada kategori ini, penerapan desa bebas BABS baru mencapai 61,6% dari target dan perlu diakselerasi.
"Intervensi gizi spesifik beberapa sudah on-track, namun kita lihat pemberian makanan pendamping ASI bahkan tidak ada datanya," tambah dia.
Dia juga menyampaikan, permasalahan gizi dan pemenuhan zat gizi mikro umumnya masih menjadi tantangan di Indonesia. Ini ditangani dengan mendorong pangan yang beraneka ragam, makanan berfortifikasi, suplementasi gizi, dan penguatan edukasi gizi.
"Namun demikian, kita masih minim untuk data survei gizi mikro di Indonesia. Padahal, data ini sangat diperlukan," tutup dia.