25 Juni 2025
19:37 WIB
Jual Tubuh Satwa Dilindungi, Dua Warga Aceh Diganjar 6 Tahun Penjara
Majelis hakim menilai, kedua terdakwa terbukti memperjualbelikan bagian tubuh satwa dilindungi berupa 30,4 kilogram sisik tenggiling dengan harga Rp1 juta serta satu paruh burung rangkong Rp2 juta.
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi petugas kepolisian memperlihatkan bagian tubuh satwa dilindungi berupa sisik trenggiling di sebuah konferensi pers. Antara Foto/Rony Muharrman |
BANDA ACEH – Dua terdakwa tindak pidana perdagangan bagian satwa dilindungi diganjar hukuman enam tahun penjara. Kedua terdakwa yakni Marifin dan Iriadi juga dihukum membayar denda masing-masing Rp50 juta. Jika tidak membayar, maka keduanya dipidana masing-masing satu bulan kurungan. Majelis hakim menilai, kedua terdakwa terbukti memperjualbelikan bagian tubuh satwa dilindungi berupa 30,4 kilogram sisik tenggiling dengan harga Rp1 juta serta satu paruh burung rangkong Rp2 juta.
"Majelis hakim Pengadilan Negeri Jantho memvonis dua terdakwa tindak pidana perdagangan bagian satwa dilindungi dengan total hukuman enam tahun penjara atau masing-masing tiga tahun penjara," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Besar Filman Ramadhan di Banda Aceh, Rabu (25/6).
Dia mengatakan, vonis tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Jantho, Kabupaten Aceh Besar dalam persidangan Selasa (24/6).
Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Besar belum menegaskan sikap terhadap putusan majelis hakim. Filman Ramadhan menyatakan, kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 40A Ayat (1) huruf f jo Pasal 21 Ayat (2) huruf c UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zoel Fadhlan dari Kejari Aceh Besar menuntut kedua terdakwa tindak pidana perdagangan bagian satwa dilindungi tersebut masing-masing empat tahun penjara serta denda Rp50 juta subsidair satu bulan kurungan.
"Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari kepada jaksa penuntut umum untuk menyatakan sikap, apakah menerima putusan atau melakukan upaya hukum banding," kata Filman Ramadhan.
Baca juga: Tinggal 51 Ekor, Populasi Kakatua Jambul Kuning Terancam Perubahan Iklim
Lebih 6000 Hektare Lahan Suaka Margasatwa Banyuasin Dikuasai Pengusaha
Kedua terdakwa ini ditangkap bersamaan. Terdakwa Marifin daj Iriadi ditangkap personel Polresta Banda Aceh di sebuah rumah di Desa Lamteh, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, pada 3 Desember 2024 bersama sejumlah barang bukti.
Sementara itu, Kepala Kejari Aceh Besar Jemmy Novian Tirayudi menegaskan pihaknya komitmen dalam penegakan hukum konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya.
Dikutip dari Antara, Jemmy mengatakan perbuatan terdakwa merupakan pelanggaran serius terhadap upaya pelestarian satwa liar dan lingkungan hidup, yang merupakan bagian penting dari kekayaan hayati bangsa.
"Kami mengajak masyarakat bersama-sama menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati dengan tidak terlibat dalam perdagangan atau perburuan satwa yang dilindungi," kata Jemmy Novian Tirayudi.

Ikat Pinggang Jadi Bukti
Peristiwa pidana terhadap satwa ini juga diungkap patroli siber Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang berhasil mengungkap perdagangan bagian tubuh satwa liar yang dilindungi di Gresik, Jawa Timur, melalui media sosial. Mereka mengamankan barang bukti termasuk ikat pinggang dari kulit harimau.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) Aswin Bangun di Jakarta, Senin, mengatakan kasus itu bermula dari patroli siber pada Januari 2025 oleh tim Cyber Gakkum Kehutanan, yang mendeteksi sebuah akun mengunggah foto barang-barang yang diduga berasal dari bagian tubuh satwa dilindungi.
Barang bukti berupa satu ikat pinggang dari kulit harimau, empat pipa rokok dan dua cincin dari gading gajah, satu gantungan kalung dari kuku beruang, serta telepon genggam dan alat ukur digital. "Operasi gabungan kemudian dilakukan, dan pada Februari 2025, tersangka AS diamankan di kediamannya di Desa Gadung, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik," katanya.
Dirincikan, tersangka AS menjalankan aksinya dengan memasarkan barang-barang ilegal melalui media sosial, kemudian melanjutkan transaksi secara privat melalui pesan langsung, sebelum mengirimkannya kepada pembeli menggunakan jasa pengiriman. Dari hasil penyidikan, diketahui bahwa AS aktif memperdagangkan bagian-bagian tubuh satwa liar yang dilindungi.
Berkas perkara dengan tersangka AS sendiri telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dengan Nomor: B-4323/M.5.4/Eku.1/6/2025 pada 16 Juni 2025, dan akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Gresik untuk proses persidangan.
Ia juga menyampaikan apresiasi atas dukungan Polda Jawa Timur dan BBKSDA Jawa Timur yang ikut memperkuat langkah-langkah koordinatif dalam penanganan kasus tersebut.
Penuntasan perkara itu, katanya, mencerminkan arah kebijakan kelembagaan yang tegas terhadap kejahatan konservasi diarahkan oleh Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni dan Dirjen Penegakan Hukum Kemenhut Dwi Januanto Nugroho.