c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

20 Oktober 2025

14:27 WIB

JPPI Nilai Sektor Pendidikan Makin Jauh Dari Konstitusi 

JPPI mencatat tiga masalah dalam sektor pendidikan pada sethun pemerintahan Prabowo-Gibran.

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>JPPI Nilai Sektor Pendidikan Makin Jauh Dari Konstitusi&nbsp;</p>
<p>JPPI Nilai Sektor Pendidikan Makin Jauh Dari Konstitusi&nbsp;</p>

Ilustrasi Pendidikan. Shutterstock/dok.

JAKARTA - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai, dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, arah pendidikan nasional semakin jauh dari amanat konstitusi. Hal ini terlihat dari tiga masalah utama di sektor pendidikan.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji menjelaskan, masalah pertama adalah pemangkasan anggaran pendidikan untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini dinilai melanggar Pasal 31 ayat 4 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 yang mengamanatkan penggunaan 20% APBN untuk kebutuhan pendidikan.

“Ini bukan sekadar salah kelola, tapi dugaan pelanggaran konstitusi yang terang-benderang," tegas Ubaid melalui keterangan pers, Senin (20/10).

Dia melanjutkan, kebijakan ini tidak berpihak pada anak dan melemahkan sektor pendidikan. Ironisnya, anggaran MBG tahun ini pun banyak yang tidak terserap dan tetap berencana dinaikkan pada tahun 2026.

Masalah kedua, Ubaid menyebutkan pemerintah belum melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 tentang penerapan pendidikan dasar tanpa dipungut biaya di sekolah negeri dan swasta. Pengabaian ini dinilai melanggar Pasal 34 UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Pasal 31 UUD 1945 yang mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar seluruh warga negara.

Baca juga: SPPG Sarat Masalah, MBG Ke Mana Arah?   

Di saat yang sama, data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menunjukkan masih ada sekitar 4,1 juta anak tidak sekolah, mayoritas disebabkan oleh faktor ekonomi. Ubaid pun menyebut hal ini sebagai bentuk kegagalan negara.

Masalah ketiga, Ubaid menilai kebijakan pendidikan semakin diskriminatif dan jauh dari prinsip berkeadilan. Buktinya, pemerintah membuat model pendidikan yang memisahkan murid berdasarkan kelas sosial melalui program Sekolah Rakyat untuk anak miskin dan Sekolah Garuda untuk kelompok unggulan.

JPPI juga menghitung, Sekolah Rakyat hanya mampu menampung sekitar 0,3% anak yang putus sekolah karena faktor ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa program tersebut bukan solusi dan tidak berpihak pada rakyat kecil.

“Sekolah Rakyat hanyalah kosmetik untuk menutupi ketidakmampuan negara menyediakan akses setara bagi semua, sementara Sekolah Garuda akan jadi menara gading baru bagi anak-anak ber-privilege,” tambah Ubaid.

JPPI mendesak pemerintahan Prabowo-Gibran untuk segera mengembalikan arah pendidikan nasional sesuai konstitusi. Artinya, mewujudkan pendidikan yang adil, inklusif, dan bebas pungutan, bukan pendidikan sebagai alat politik.

“Kalau arah ini tidak segera dikoreksi, sejarah akan mencatat bahwa pemerintahan ini gagal menjaga hak paling dasar anak bangsa: hak atas pendidikan tanpa diskriminasi dan berkeadilan untuk semua," tutup Ubaid.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar