Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendesak pemerintah untuk merevisi kebijakan anggaran pendidikan agar lebih berpihak pada sektor yang benar-benar membutuhkan
Ilustrasi pendidikan. Shutterstock/dok
JAKARTA - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai saat ini terdapat banyak kejanggalan dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Hal ini bukan hanya terkait pemangkasan anggaran, tapi juga terlihat dari tahap perencanaan alokasi anggaran.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji menyebut, kejanggalan pertama adalah alokasi anggaran pendidikan yang salah sasaran. Dari total anggaran pendidikan tahun 2025 sebesar Rp724 triliun, Kemendikdasmen hanya mendapat alokasi sebesar 4,63% atau sekitar Rp33,5 triliun. Anggaran ini masih dipangkas sebesar Rp7,2 triliun dengan alasan efisiensi.
Padahal, Kemendikdasmen memiliki tanggung jawab utama, yaitu memastikan hak pendidikan bagi anak-anak Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.
“Ini jelas menunjukkan lemahnya visi Presiden terkait pendidikan. Bisa jadi pendidikan memang tidak menjadi prioritas utama dalam pemerintahan saat ini," ujar Ubaid melalui keterangan tertulis, Jumat (14/2).
Kejanggalan kedua, lanjut dia, pernyataan pemerintah terkait pemotongan anggaran pendidikan membuat masyarakat bingung. Dalam rapat dengan Komisi X DPR, Menkeu Sri Mulyani menyatakan tidak ada pemotongan anggaran untuk beasiswa dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Namun, Kemendiktisaintek dalam rapat dengan Komisi X DPR menyebutkan, sebanyak 663.821 dari 844.174 mahasiswa penerima KIP Kuliah yang masih berkuliah (on going) terancam tidak menerima dana KIP Kuliah akibat pemotongan anggaran.
"Ini membuktikan bahwa tata kelola anggaran pendidikan kita masih semrawut dan tidak terkoordinasi dengan baik,” terang Ubaid.
Kejanggalan ketiga, kata dia, jumlah penerima Program Indonesia Pintar (PIP) menurun akibat pemangkasan anggaran. Berdasarkan data tahun 2024, jumlah penerima PIP tercatat 18,6 juta siswa. Angka itu turun menjadi 17,9 juta siswa pada 2025 sebagaimana disampaikan oleh Kemendikdasmen dalam rapat dengan Komisi X DPR RI.
"Pemerintah mengklaim tidak ada pemotongan dana PIP, tetapi mengapa jumlah penerimanya berkurang dibanding tahun lalu?" tanya Ubaid.
JPPI pun mendesak pemerintah untuk merevisi kebijakan anggaran pendidikan agar lebih berpihak pada sektor yang benar-benar membutuhkan. Utamanya, bagi Kemendikdasmen dan Kemendiktisaintek yang bertanggung jawab langsung terhadap pendidikan.
Selain itu, JPPI meminta pemerintah menjamin transparansi dan konsistensi informasi terkait anggaran pendidikan. Ditambah, memastikan tidak ada pemangkasan bantuan PIP dan KIP Kuliah.
Jika pun ada pemangkasan anggaran, Ubaid meminta agar anggaran itu dikembalikan untuk penguatan sektor pendidikan. Jika tidak, hal ini akan melanggar amanat konstitusi yaitu pemerintah wajib menunaikan mandatory spending pendidikan minimal 20% dari APBN.