14 November 2023
14:57 WIB
ANKARA - Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen menyatakan bahwa tekanan internasional terhadap Israel akan meningkat dalam dua atau tiga pekan setelah serangan gencar mereka di Jalur Gaza.
Menurut surat kabar Jerusalem Post, Cohen mengatakan, Israel hanya memiliki waktu dua atau tiga pekan sebelum mereka kalah dalam pertempuran diplomatik di panggung internasional untuk menghentikan perang di Gaza.
“Dari sudut pandang diplomatik, kami menyadari, tekanan terhadap Israel mulai terasa. Tekanannya tidak terlalu tinggi (saat ini), tetapi semakin meningkat,” kata Cohen dikutip Selasa (14/11).
Namun, dia menegaskan, operasi militer Israel di Gaza tidak akan berhenti sampai kelompok Hamas Palestina dilenyapkan dan para tawanan yang ditahan di Gaza dibebaskan.
Hingga saat ini, menurut The Jerusalem Post, delapan negara telah mengambil langkah diplomatik terhadap Israel, termasuk menarik duta besar mereka dari Tel Aviv. Negara-negara tersebut adalah Bolivia, Chad, Chili, Kolombia, Honduras, Yordania, Turki, dan Afrika Selatan.
Cohen juga mengatakan, Israel khawatir 13 hingga 14 negara lainnya akan mengambil sikap serupa. “Kami menjalin kontak dekat dengan negara-negara tersebut untuk mencegah rusaknya hubungan kami dengan mereka,” ujarnya.
Ketika serangan Israel di Jalur Gaza memasuki hari ke-38, sedikitnya 11.180 warga Palestina telah terbunuh. Termasuk lebih dari 7.700 anak-anak dan perempuan, sementara lebih dari 28.200 orang lainnya terluka, menurut angka terbaru dari otoritas Palestina.
Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid dan gereja, juga rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat yang tiada henti yang dilancarkan Israel terhadap wilayah kantong yang terkepung sejak bulan lalu. Jumlah korban tewas di Israel sendiri hampir 1.200 korban.
Mahkamah Internasional
Tekanan ke Israel sendiri memang sudah banyak dibuktikan sejumlah pihak. Baru-baru ini, Presiden Kolombia Gustavo Petro mengatakan tim hukum pemerintah sedang mempersiapkan tuntutan hukum kepada Perdana Menteri Israel Israel Benjamin Netanyahu untuk diajukan ke semua pengadilan internasional.
Ini bukan pertama kali Petro mengancam menuntut Israel sejak konflik Israel-Palestina dimulai di Gaza. Petro telah mengumumkan bahwa "Kolombia akan membantu" gugatan yang bakal diajukan Aljazair ke Mahkamah Pidana Internasional "atas kejahatan perang yang dilakukan oleh Benjamin Netanyahu," dalam kaitan perang melawan Hamas.
"Menteri Luar Negeri Kolombia besok akan bertemu dengan jaksa Mahkamah Pidana Internasional," kata Petro dalam pesannya via platform X, Kamis (9/11).
Presiden Aljazair Abdelmajid Tebboune juga sebelumnya telah meminta para pembela hak asasi manusia agar membawa Israel ke Mahkamah Pidana Internasional atas "kejahatan yang dilakukannya terhadap warga Palestina di Gaza".
"Saya mendesak semua orang merdeka di dunia, para ahli hukum Arab dan organisasi serta lembaga hak asasi manusia agar mengajukan keluhan kepada Mahkamah Pidana Internasional dan organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional terhadap entitas Israel. Ini untuk mengakhiri impunitas selama puluhan tahun atas kejahatan yang dilakukannya terhadap warga Palestina," kata Tebboune, Senin.
Selain Kolombia, Pemerintah Bolivia pada Selasa (31/10) juga sudah mengumumkan bahwa negara tersebut memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Israel.
“Sebagai negara majemuk Bolivia, kami mengumumkan bahwa kami memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel,” kata Menteri Kepresidenan Maria Nela Prada saat konferensi pers.
Dia mengatakan, negara Amerika Selatan itu menuding Israel telah melakukan kejahatan terhadap umat manusia.
Bolivia juga “menuntut” agar serangan di Jalur Gaza, “yang telah menyebabkan ribuan warga sipil tewas dan warga Palestina mengungsi” dihentikan.