c

Selamat

Sabtu, 27 April 2024

NASIONAL

17 Juni 2021

12:54 WIB

Ini 5 Strategi KPPPA Cegah Perkawinan Anak

Di Indonesia, perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun diperkirakan mencapai 1.220.900 orang

Penulis: Herry Supriyatna

Editor: Nofanolo Zagoto

Ini 5 Strategi KPPPA Cegah Perkawinan Anak
Ini 5 Strategi KPPPA Cegah Perkawinan Anak
Ilustrasi kampanye menolak perkawinan Anak .Antarafoto

JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menerapkan lima strategi pencegahan perkawinan anak. Hal itu sebagai upaya menurunkan angka perkawinan anak di Indonesia, sekaligus mengantisipasi dampak negatif akibat perkawinan di bawah umur.
 
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemenenterian PPPA, Agustina Erni mengatakan, lima strategi untuk mencegah perkawinan anak di Indonesia meliputi optimalisasi kapasitas anak, menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pencegahan perkawinan anak, meningkatkan aksesibilitas dan perluasan layanan, penguatan regulasi dan kelembagaan, serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan.
 
“Dengan mengoptimalisasikan kapasitas anak, kita memastikan anak memiliki resiliensi dan mampu menjadi agen perubahan,” kata Agustina dalam keterangan persnya, Kamis (17/6).
 
 KPPPA yakin lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak dapat diciptakan dengan menguatkan peran orang tua, keluarga, organisasi sosial/masyarakat, sekolah, dan pesantren untuk mencegah perkawinan anak.
 
 “Untuk aksesibilitas dan perluasan layanan, kita berfokus pada strategi pelayanan untuk mencegah perkawinan anak dan pelayanan untuk penguatan anak pasca-perkawinan,” kata dia.
 
Ia juga menekankan pentingnya untuk menjamin pelaksanaan dan penegakan regulasi terkait pencegahan perkawinan anak serta meningkatkan kapasitas dan optimalisasi tata kelola kelembagaan. Hal ini dapat dilakukan dengan menguatkan kapasitas kelembagaan peradilan agama, KUA, dan satuan pendidikan. 

Termasuk penguatan proses pembuatan dan perbaikan regulasi, hingga penegakan regulasi.
 
 “Yang tidak kalah penting adalah meningkatkan sinergi dan konvergensi upaya pencegahan perkawinan anak,” katanya.

KPPPA telah melakukan sejumlah langkah dalam upaya mencegah perkawinan anak. Antara lain, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 dengan UU Nomor 16 Tahun 2019, penyusunan RPP UU Nomor 16 Tahun 2019, menyusun RAN/Stranas pencegahan perkawinan anak, aktivasi Geber PPA (Kampanye Stop Perkawinan Anak), dan memberikan apresiasi pada gubernur dalam PPA.
 
KPPPA juga menginisiasi penandatanganan pakta integritas 20 provinsi dengan angka perkawinan anak di atas rata-rata nasional, integrasi kebijakan PPA dalam kebijakan KLA, koordinasi stranas PPA, penyusunan roadmap PPA bersama K/L, penyusunan peraturan desa PPA, dan pelatihan pembekalan paralegal berbasis komunitas dalam PPA.
 
Agustina mengatakan, signifikansi pencegahan perkawinan anak penting mengingat Indonesia pada tahun 2018 berada dalam 10 daftar negara dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia. Dalam laporan berjudul Pencegahan Perkawinan Anak: Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda (2020), didapati satu dari 9 anak menikah di Indonesia.
 
Berdasarkan data Bappenas dan BPS, sebanyak 47,90%, perempuan berusia 20-24 tahun putus sekolah karena menikah pada usia di bawah 18 tahun.
 
"Di Indonesia, perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun diperkirakan mencapai 1.220.900 orang, dan ini mencatatkan Indonesia masuk dalam daftar 10 negara dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia,” katanya.
 
Agustina mengingatkan, perkawinan anak mendatangkan dampak yang serius dari sisi kesehatan anak termasuk meningkatnya risiko gangguan kesehatan mental, stunting, KDRT, hingga risiko perceraian yang meningkat.

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar