c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

15 Maret 2024

09:23 WIB

Imparsial: Kritik Jabatan Sipil Untuk TNI-Polri

Jabatan sipil untuk TNI-Polri diatur dalam RPP Manajemen ASN. UU TNI membatasi jabatan sipil yang boleh diduduki TNI-Polri.

Editor: Leo Wisnu Susapto

Imparsial: Kritik Jabatan Sipil Untuk TNI-Polri
Imparsial: Kritik Jabatan Sipil Untuk TNI-Polri
Anggota TNI-Polri melaksanakan Patroli Gabungan di Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (6/2/2024). Antara Foto/Budi Candra Setya.

JAKARTA – Imparsial kritik pemerintah yang diduga mengembalikan praktik Dwi Fungsi ABRI seperti era Orde Baru dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Ini mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya praktik Dwi Fungsi ABRI,” urai Direktur Imparsial Gufron Mabruri dikutip dari laman LSM itu, Kamis (14/3).

RPP Manajemen ASN merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.

Baca: Imparsial: UU ASN Kembalikan Dwifungsi TNI

Gufron lalu menguraikan, mengutip laman resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Selasa (23/3) Menpan Abdullah Azwar Anas mengungkapkan, RPP ini juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, serta sebaliknya.

Imparsial menilai, TNI merupakan alat pertahanan negara yang bertugas menghadapi ancaman perang. Sedangkan, Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) dan penegakan hukum. 

Oleh karena itu, menurut penjelasan Gufron, kedua lembaga tersebut tidak terlibat dalam aktivitas politik atau menduduki jabatan sipil karena hal itu bukan bagian dari fungsi dan kompetensi mereka dan bertentangan dengan identitas mereka.

Imparsial menyebutkan, sejak reformasi 1998, TNI dan Polri tak lagi berperan dalam urusan politik. Reformasi mengembalikan fungsi mereka menjadi militer dan aparat penegak hukum yang profesional. 

Jadi, RPP ini menurut Gufron menunjukkan, kebijakan pemerintah sudah melenceng jauh dan bertolak belakang dengan semangat reformasi. 

Penghapusan Dwi Fungsi ABRI (TNI dan Polri) tidak hanya sebagai bentuk koreksi terhadap penyimpangan fungsi dan peran ABRI. Yakni, sebagai alat kekuasaan di masa Orde Baru. Tetapi, untuk mewujudkan TNI yang profesional dan bagian dari agenda pembangunan demokrasi di Indonesia. 

Pasal 47 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang TNI menguraikan, TNI aktif boleh menduduki jabatan yang terkait fungsi pertahanan. Seperti, di Kementerian Pertahanan, Kemenkopolhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung.

Oleh karena itu, Imparsial mengingatkan elite politik untuk tidak membuka ruang dihidupkannya kembali praktik politik era otoritarian Orde Baru. Sekali ruang tersebut dibuka dan dilegalisasi melalui peraturan perundang-undangan, hanya akan menghidupkan kembali peran TNI-Polri seperti masa Orde Baru.

Imparsial meragukan, wacana ini bertujuan untuk pembangunan dan penataan TNI dan Polri. Jika masalahnya adalah adanya penumpukan perwira non-job, ada cara lain yang bisa dilakukan. Seperti melalui perbaikan proses rekrutmen anggota, pendidikan, kenaikan karier dan kepangkatan. 

Imparsial menduga wacana ini adalah siasat untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru. Yaitu, banyaknya anggota TNI-Polri aktif yang saat ini menduduki jabatan-jabatan sipil seperti di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara. 

Gufron mengutip data Kemenhan pada 2019, terdapat 1.592 prajurit TNI menjabat jabatan sipil. Sebanyak 29 di antaranya ilegal karena di luar dari yang dibolehkan oleh UU TNI. Sementara, Ombudsman mencatat, sekitar 27 anggota TNI aktif menjabat di BUMN. Bahkan, belakangan ini sudah ada perwira TNI aktif yang menduduki jabatan kepala daerah seperti di Kabupaten Seram Bagian Barat.

Baca: Tak Ada Alasan Kuat Pemerintah Beli Eurofighter Typhoon

Imparsial menilai, TNI-Polri fokus menjadi alat pertahanan dan keamanan yang profesional menghadapi perkembangan generasi perang menjadi generasi perang ke-4 yang kompleks. Perkembangan tersebut menuntut fokus dan spesialisasi prajurit TNI untuk menghadapi ancaman spesifik. Polri juga sudah seharusnya fokus menghadapi ancaman kejahatan yang tidak lagi konvensional.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar