c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

23 Juli 2024

18:19 WIB

Imparsial Khawatirkan Potensi Transaksional Di Revisi UU TNI Dan Polri

Imparsial mengingatkan setiap pembahasan UU strategis sudah semestinya memperhatikan aspirasi publik, karena berdampak langsung terhadap hak warga negara

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>Imparsial Khawatirkan Potensi Transaksional Di Revisi UU TNI Dan Polri</p>
<p>Imparsial Khawatirkan Potensi Transaksional Di Revisi UU TNI Dan Polri</p>

Foto udara Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Shutterstock/Creativa Images

JAKARTA - Wakil Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, khawatir Revisi Undang-Undang (UU) TNI dan Polri yang sedang dibahas di DPR hanya merupakan politik transaksional. Lantaran, pembahasan revisi kedua UU tersebut tidak melalui evaluasi yang mendalam sebelumnya.

"Kami curiga ada hal yang tidak wajar dan mengarah pada hal transaksional entah politik atau bentuk lain," ujar Ardi dalam diskusi di Kantor Imparsial, Jakarta Selatan, Selasa (23/7).

Ia menjelaskan, pembahasan UU strategis mestinya memperhatikan aspirasi publik karena berdampak langsung terhadap hak warga negara, termasuk aspek HAM. Namun, sejak perencanaan awal publik tidak dilibatkan.

Menurutnya, hal ini mencerminkan kedua revisi UU ini bukan untuk kepentingan publik, melainkan kepentingan politik segelintir kelompok tertentu. 

"Harusnya publik dilibatkan dari perencanaan penyusunan sampai pembahasan. Tapi itu tidak dilakukan," imbuh Ardi.

Ardi menambahkan, sebagai revisi UU yang sudah ada, mestinya pemerintah dan DPR terlebih dahulu melakukan evaluasi terkait substansi mana yang harus diubah. Misalnya kekuatan siber, peraturan kekerasan aparat, atau penegakan hukum.

Namun, poin-poin kekurangan tersebut tidak bisa dijawab dalam draf revisi UU TNI dan Polri yang ada. Padahal, berbagai kasus yang ada semakin menunjukkan carut marut penegakkan hukum di Indonesia.

"Hal itu tidak dilakukan dan justru kedua UU tersebut tiba-tiba menjadi usulan DPR RI. Evaluasi dulu harusnya pemerintah substansi mana yang dibutuhkan untuk memperkuat TNI dan Polri, jadi aneh kalau tiba-tiba DPR yang mengusulkan," ucap dia.

Selain itu, Ardi pun memandang masa singkat DPR periode 2019-2024 yang akan berakhir pada 30 September menjadi persoalan lainnya. Ia pesimistis masa singkat yang dimiliki DPR akan mampu menampung aspirasi publik terkait berbagai persoalan yang ada dalam institusi TNI dan Polri.

Sebab, ada masalah utama yang melekat pada dua aparat negara tersebut, yaitu impunitas dan kewenangan yang berlebih bagi TNI dan Polri.

"Revisi UU keduanya yang problematik itu justru dikhawatirkan melemahkan agenda reformasi TNI-Polri dan berdampak langsung pada terlanggarnya hak warga negara," cetus Ardi.

Ardi menegaskan, pihaknya bersama Koalisi Masyarakat Sipil menolak segala pembahasaan kedua revisi UU tersebut di DPR, karena terdapat sejumlah masalah krusial yang membahayakan HAM dan merusak tata kelola negara hukum serta demokrasi Tanah Air.

Secara etika politik, lanjut dia, DPR mestinya tidak melakukan pembahasan kebijakan yang strategis di tengah masa transisi pemerintah dan DPR. 

DPR, seharusnya tidak mengubah UU yang sifatnya strategis, terlebih banyak anggota dewan yang tidak terpilih kembali.

"Maka atas dasar banyaknya kejanggalan, kami menolak segala bentuk pembahasan revisi UU TNI dan Polri," tuturnya. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar