c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

16 Juni 2025

18:45 WIB

Ikhtiar Gencar Ajak Siswa Sayangi Lingkungan

River Ranger Jakarta selama bertahun-tahun aktif mengenalkan siswa terhadap gaya hidup ramah lingkungan dari sekolah ke sekolah, mulai dari mengajarkan pembuatan ekoenzim hingga pemilahan sampah.

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Rikando Somba

<p>Ikhtiar Gencar Ajak Siswa Sayangi Lingkungan</p>
<p>Ikhtiar Gencar Ajak Siswa Sayangi Lingkungan</p>

Salah satu kegiatan pengenalan gaya hidup ramah lingkungan di sekolah yang dilakukan oleh River Ranger Jakarta. dok. River Ranger Jakarta 

JAKARTA – Puluhan siswa SDN Batuampar 08 Pagi Kramat Jati tampak berkerumun, berbarengan mencuci potongan kulit buah di halaman sekolah. Sesekali, mereka berebut mengambilnya dari sebuah ember besar. Namun, itu cepat mereda begitu guru-guru mengingatkan mereka.

Para siswa memang diwanti-wanti untuk bergantian, tidak terburu-buru. Para guru tidak ingin ada kulit buah yang terbuang. Ini bukan tanpa alasan. Tumpukan kulit buah dalam ember itu sudah ditimbang dengan cermat. Cukup untuk kegiatan mereka di hari itu. 

Ya, para siswa sedang berupaya membuat ekoenzim, cairan hasil fermentasi limbah organik yang menyimpan segudang manfaat. Kegiatan ini sudah rutin dilakukan SDN Batuampar 08 Pagi sejak sekitar 2023. Biasanya, setiap kelas memiliki target produksi ekoenzim dengan volume yang berbeda-beda.

Kulit-kulit buah tersebut biasanya mereka dapatkan dari pedagang jus dan buah potong di sekitar sekolah. Para siswa juga membawanya dari rumah masing-masing. 

Kegiatan ini awalnya dibantu oleh River Ranger Jakarta, sebuah komunitas peduli lingkungan yang berbasis di Condet, Jakarta Timur. River Ranger Jakarta dulu sempat mengadakan workshop pembuatan ekoenzim untuk warga sekolah. Tujuannya, mewujudkan proyek sekolah tentang gaya hidup berkelanjutan.

Tak disangka, ekoenzim hasil workshop digemari warga sekolah. Cairan itu salah satunya digunakan untuk mengepel ruang kelas. Noda dan kerak yang sulit dibersihkan akhirnya hilang karena ekoenzim.

“Mereka (guru SDN Batuampar 08 Pagi) WA (mengirim pesan WhatsApp) ke aku, ‘Ini lho, kak, kita coba ternyata hasilnya maksimal banget, dan kita puas banget,’ Akhirnya mereka menemukan manfaatnya, mereka teruskan (buat ekoenzim),” ujar pengajar sekaligus koordinator kurikulum River Ranger Jakarta, Andriana alias Nana, ketika berbincang dengan Validnews, Minggu (15/6).

Pengalaman SDN Batuampar 08 Pagi dengan ekoenzim lantas tersebar ke SDN-SDN lainnya. Cerita itu semakin tersebar luas dalam forum pertemuan guru di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) beberapa tahun lalu. Saat itu, SDN Batuampar 08 Pagi menyampaikan tentang Sustainable Living Project yang kemudian dinyatakan sebagai salah satu proyek terbaik.

Efeknya, banyak sekolah lain ingin mengikuti jejak mereka. River Ranger Jakarta jadi sering dipanggil untuk mengadakan workshop ke sekolah-sekolah lain, baik negeri maupun swasta, mulai jenjang TK hingga SMA/SMK, bahkan perguruan tinggi. Kegiatan ini tak hanya membahas pembuatan ekoenzim, tapi juga pengelolaan limbah, pembuatan kompos, dan gaya hidup berkelanjutan lainnya.

Meski permintaan seiring waktu meningkat, upaya River Ranger Jakarta mengedukasi isu lingkungan di sekolah tidak melulu mulus. Terkadang, kebiasaan baru yang lebih ramah lingkungan justru bisa membuat orang lain merasa tidak nyaman dan repot. Hal ini terjadi ketika mereka menginisiasi bank sampah di SDN Batuampar 08 Pagi.

Curiga Disuruh Memulung
River Ranger Jakarta bersama pihak sekolah pernah mendapat penolakan juga. Salah satunya, kala mengajak siswa untuk membawa sampah dari rumah tiap Kamis. Sampah itu berupa minyak jelantah yang akan didaur ulang menjadi sabun. Lalu, ada juga kegiatan pemilahan sampah plastik untuk disalurkan ke pengepul.

Ide ini ternyata ditolak oleh banyak orang tua siswa. Beberapa guru bahkan turut menolaknya.

“Anak ini kan milah sampah di sekolah, terus ngumpulin sampah di sekolah, ‘Masa jauh-jauh ke sekolah terus anak gue disuruh mulung,’ gitu ya,” ujar Nana mengumpamakan penolakan orang tua siswa.

Penolakan itu tak lantas menghentikan upaya River Ranger Jakarta dan sekolah. Nana tetap percaya bank sampah perlu dibuat untuk mendidik siswa tentang keberlanjutan. 

Oleh karena itu, program bank sampah tetap dimulai dibantu guru dan orang tua yang mendukung. Meski begitu, pelaksanaannya hanya melibatkan beberapa kelas saja yang bersedia.

Dari program itu, sampah yang dipilah siswa kemudian disalurkan ke pengepul. Mereka mendapat imbalan yang lumayan besar, hingga sekitar Rp2 juta untuk sampah yang dikumpulkan dalam seminggu. Uang itu lantas diberikan kepada kelas-kelas yang tidak berpartisipasi dalam bank sampah untuk keperluan study tour.

“Kita tahu SD Negeri tidak ada biaya dari orang tua untuk bantu kegiatan sekolah. Jadi, pas ada dana dari bank sampah sebesar itu untuk study tour, mereka merasakan benefitnya. Dari situ akhirnya kelas-kelas lain ikutan dan sekarang satu sekolah ikut semuanya,” terang Nana.

Pengenalan kebiasaan baru juga dirasakan River Ranger Jakarta juga memerlukan adaptasi yang tak mudah. Hal ini terjadi ketika mereka dan pihak sekolah memulai program kantin zero waste

Saat program ini mulai berjalan, para pedagang kantin tidak boleh menjual makanan dalam kemasan plastik. Siswa juga hanya boleh jajan jika membawa wadah sendiri.

“Awal-awalnya susah. Tapi, setelah diterapkan sebulan, dua bulan, akhirnya berhasil,” kata Nana.

Merambah Indonesia Timur
Bermula dari satu workshop, River Ranger Jakarta kini memiliki cukup banyak sekolah dampingan. Di antaranya, SMKN 2 Jakarta, Sekolah Kharisma Bangsa, Sekolah Pembangunan Jaya, Global Islamic School, SDN 10 Cibubur, hingga sekolah Highsope Indonesia. 

Tak hanya itu. Kini River Ranger Jakarta juga aktif mengadakan workshop tentang isu lingkungan hingga ke Indonesia Timur, terutama Sulawesi dan Papua. Di sana, edukasi lingkungan lebih sering dimotori oleh pendiri River Ranger Jakarta, Syahiq Harpi. Pendekatan yang dilakukan agak berbeda dengan workshop di Jakarta.

Biasanya, Syahiq perlu menghabiskan waktu beberapa bulan untuk tinggal bersama warga setempat. Dalam kurun waktu itu, ia akan rutin mengedukasi anak-anak dan masyarakat umum.

“Kadang aku ke sekolah atau mereka (anak-anak) lagi main-main, lagi senggang habis main bola, kita belajar,” ujar Syahiq kepada Validnews, Jumat (13/6).

Di Indonesia Timur, masalah lingkungan yang dihadapi berbeda dengan Jakarta. Di Supiori, Papua misalnya. Kualitas air yang digunakan masyarakat sehari-hari kurang baik. Pasalnya, warga masih membuang sampah dan buang hajat ke laut. 

Oleh karena itu, edukasi yang diberikan di Supiori lebih fokus pada menjaga kebersihan laut dan sungai. Lengkap dengan kegiatan bersih-bersih pantai.

Syahiq dan Nana juga mengedukasi masyarakat Indonesia Timur dengan menunjukkan foto-foto sungai kotor di Pulau Jawa. Misalnya, Sungai Ciliwung yang membelah Jakarta atau Sungai Citarum di Bandung, Jawa Barat. Kondisi dua sungai yang kotor itu mungkin terjadi di Indonesia Timur jika warganya tak mengubah kebiasaan mereka.

Tak hanya mengajar anak-anak, Syahiq juga mengajarkan masyarakat setempat tentang pertanian. Di antaranya, teknik mencangkok, okulasi, lengkap dengan pembuatan ekoenzim.  Ilmu ini diamati Syahiq membuat warga setempat bisa menekan biaya pertanian. Dari sebelumnya bisa mencapai Rp15 juta untuk sekali musim tanam, kini hanya sekitar Rp1 juta saja.

“Bahkan sampai aku pulang pun mereka masih menanyakan tentang ekoenzim, cangkok, okulasi, metode yang aku ajarkan ke mereka,” ujar Syahiq.

Kini, delapan tahun sudah Nana dan Syahiq menggerakkan River Ranger Jakarta. Selama itu pula mereka membagikan ilmu mereka ke sekolah dan masyarakat umum secara sukarela. Tak banyak yang membantu selain sejumlah relawan.

Meski begitu, mereka belum lelah. Buktinya, Syahiq akan berangkat ke Sulawesi akhir bulan ini. Sementara itu, Nana juga terus menggelar workshop bertema lingkungan ke sekolah-sekolah, universitas, hingga kantor-kantor. Bagi mereka, ini adalah cara berbagi dan menjaga semangat tentang isu lingkungan.

Perlu Masuk Kurikulum
Gerakan River Ranger Jakarta mengedukasi anak-anak tentang isu lingkungan ditangkap oleh Pakar Lingkungan Universitas Indonesia, Mahawan Karuniasa. Menurutnya, gerakan ini patut diapresiasi karena kondisi bumi terus memburuk. 

Di saat yang sama, anak-anak merupakan generasi masa depan. Oleh karena itu, mengajarkan anak-anak tentang isu lingkungan dan apa yang bisa mereka lakukan untuk mengubahnya merupakan hal yang penting.

Dia memaparkan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengedukasi anak-anak tentang isu lingkungan. Pertama, arahkan anak untuk berperilaku ramah lingkungan, misalnya membuang sampah pada tempatnya. Kedua, orang-orang dewasa di sekitarnya harus memberikan contoh perilaku ramah lingkungan, baik orang tua maupun guru.

Ketiga, mengajarkan anak tentang hal-hal yang berdampak baik maupun buruk kepada lingkungan. Pengajaran ini bisa dilakukan secara formal melalui sekolah maupun secara informal dengan mengobrol bersama anak.

Mahawan juga berpendapat, edukasi tentang isu lingkungan perlu dimasukkan ke kurikulum sekolah. Hal in mempertimbangkan kondisi lingkungan yang terus memburuk. Misalnya, perubahan iklim, pencemaran, populasi hewan yang berkurang, hingga kerusakan lingkungan.

“Perlu dimasukkan ke dalam kurikulum supaya terstruktur, minimal ekstrakurikuler gitu ya. Terstruktur jadi tidak menunggu pihak lain seperti komunitas menyampaikan ke sekolah,” ujar Mahawan kepada Validnews, Minggu (15/6).

Tak hanya itu, dia berkata edukasi soal lingkungan perlu dimulai sedini mungkin. Hal ini seperti yang terjadi di Cina, Jepang, dan negara-negara Eropa yang mengajarkan soal membuang sampah sejak dini. Harapannya, karakter baik yang terbentuk saat anak-anak terus terbawa hingga remaja dan dewasa.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar