c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

06 Juni 2023

16:53 WIB

HNW Kritik Pernyataan BPIP Soal Sistem Pemilu Tertutup

Pada Januari 2023, lembaga-lembaga perwakilan rakyat, pemerintah dan penyelenggara pemilu sepakat Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Nofanolo Zagoto

HNW Kritik Pernyataan BPIP Soal Sistem Pemilu Tertutup
HNW Kritik Pernyataan BPIP Soal Sistem Pemilu Tertutup
Ilustrasi pemilu. Shutterstock/Wahyu Budiyanto Toa

JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid, mengkritik Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Karjono yang ‘cawe-cawe’ terkait sistem pemilu tertutup. Karjono berkomentar sistem pemilu tertutup tidak akan membuat negara bubar dan di era orde baru dengan sistem tertutup aman-aman saja atau senang-senang saja.

Menurut Hidayat, sikap yang dinyatakan Karjono itu, bila dikaitkan dengan tahun politik sekarang ini, tidak sejalan dengan ketentuan Pancasila dan Konstitusi yang berlaku. 

Dia menilai, pernyataan yang terkesan permisif dengan sistem tertutup sebagaimana diberlakukan pada era orde baru tersebut justru tidak sejalan dengan ketentuan sila Keempat Pancasila terkait ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan’.

“Sebab kalau dicermati kronologi bagaimana sistem pemilu terbuka itu kembali dipilih, itu semua sejatinya adalah hasil dari permusyawaratan dengan hikmat kebijaksanaan dalam lembaga perwakilan untuk menjaga kedaulatan rakyat,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (6/6).

Dia mengungkapkan, DPR sudah berkali-kali bermusyawarah dengan pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, serta bersama lembaga pelaksana pemilu (Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) dengan hikmat dan bijaksana.

“Hingga di akhir musyawarahnya, pada Januari 2023, lembaga-lembaga perwakilan rakyat, pemerintah dan penyelenggara pemilu sepakat memutuskan bahwa Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, bukan kembali ke sistem tertutup sebagaimana berlaku di era Orba,” ujarnya.

Seharusnya Ingatkan MK
Maka mempertimbangkan fakta sudah dilaksanakannya sila ke-4 Pancasila, dikatakan Hidayat, seharusnya BPIP sebagai lembaga yang membina ideologi Pancasila malah mengingatkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk juga mempertimbangkan serius hasil musyawarah yang dilakukan oleh DPR, Pemerintah, KPU dan lainnya sebagaimana disebut. 

Terlebih, keputusan musyawarah yang lanjutkan pemberlakuan sistem terbuka itu tidak melanggar satu pasal pun ketentuan UUD NRI 1945. 

"Jadi mestinya BPIP mengingatkan MK untuk juga melaksanakan ketentuan sila keempat itu sebagaimana sudah dilakukan oleh DPR, pemerintah dan KPU, bukan malah cawe-cawe yang malah tidak sesuai dengan esensi sila ke-4 Pancasila dan Konstitusi yang sekarang berlaku,” tambah HNW.

HNW heran, BPIP yang dilahirkan pascareformasi justru seperti menjustifikasi bahwa tidak masalah kembali ke sistem tertutup yang diberlakukan pada era Orde Baru. Suatu orde yang sudah dikoreksi dengan hadirnya reformasi.

“Kalaupun orde baru dulu menggunakan sistem tertutup, itu karena UUD yang berlaku di era orde baru memang sama sekali tidak mengatur soal pemilu, berbeda dengan UUD NRI 1945 yang berlaku di era Reformasi, yang menghadirkan banyak ketentuan baru, antara lain soal pemilu,” ujarnya.

Beberapa ketentuan baru terkait pemilu itu, di antaranya, adalah penegasan kedaulatan rakyat sebagai pemilih, sebagaimana diatur Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 pasca-Amandemen. Ketentuan itu berbunyi, ‘Kedaulatan di tangan Rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar’.

Selain itu, ada pula Pasal 22E yang mengatur soal pemilu dan menyatakan bahwa pemilu antara lain untuk memilih anggota DPR, anggota DPRD dan anggota DPD. Tapi UUD NRI 1945 yang sekarang berlaku, sama sekali tidak menyebut adanya ketentuan bahwa pemilu untuk memilih tanda gambar partai politik peserta pemilu.

“Ketentuan-ketentuan baru dalam UUD NRI 1945 itu lebih sesuai dengan sistem proporsional terbuka, bukan tertutup,” terangnya.

MK sendiri, kata dia, juga sudah membuat putusan yang final mengikat pada tahun 2008 yang mengarahkan sistem pemilu berubah dari tertutup menjadi proporsional terbuka. Sistem itulah yang dilaksanakan sejak Pemilu 2009, 2014, 2019.

Dia mengatakan, seharusnya BPIP mengaitkan pengamalan ideologi Pancasila itu juga dengan penjabarannya, sebagaimana yang ada dalam ketentuan Konstitusi.

Oleh karena itu, Wakil Ketua MPR RI ini sangat menyesalkan ‘cawe-cawe’ pernyataan Wakil Kepala BPIP yang dapat membuat gaduh terkait sistem pemilu di tahun politik ini.

“Semestinya pada tahun politik seperti ini, BPIP justru berkontribusi maksimal, mengingatkan semua pihak agar Pancasila dengan semua silanya dilaksanakan dengan jujur dan serius, agar hasil Pemilu benar-benar mencerminkan Pancasila dan UUD NRI 1945 yang dilaksanakan,” katanya.

BPIP, ujar dia, sebaiknya fokus mengingatkan semua pihak, baik penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan kandidat capres/cawapres, caleg serta pemilih atau pemilik kedaulatan, yaitu rakyat untuk berkontribusi menyukseskan pemilu yang benar-benar melaksanakan semua sila Pancasila. 

Termasuk juga mengingatkan para pejabat negara yang masih menjabat untuk tidak cawe-cawe yang dapat menghadirkan ketidakadilan bagi pelaksanaan pemilu.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar