JAKARTA - Hasil pemungutan suara ulang Pilkada Papua, dan juga Pilkada Barito Putra, kembali digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Terkait hal ini, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Kurniawati Hastuti mendorong perbaikan kinerja penyelenggara pemilu.
“Barangkali memang harus dibuat sistem yang penyelenggaranya juga harus lebih aware. Kenapa sampai PSU itu kan kita juga harus merefleksikan kualitas dari penyelenggara pemilunya, baik KPU maupun Bawaslu,” jelasnya, kepada Validnews, di Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta Selatan, Rabu (27/8).
Kurniawati mengatakan, timbulnya cacat-cacat administrasi dalam pilkada menunjukan perlu dibuat aturan supaya penyelenggaraan pemilu lebih terukur, transparan, dan akuntabel.
Sumber daya manusia penyelenggara pemilu, kata dia, juga harus lebih didisiplinkan. Bahkan sejak perekrutan kualitas SDM penyelenggara pemilu perlu diperhatikan.
“Profilnya benar-benar yang paham mengenai aturan dan sebagainya. Jadi tidak tabrak lari saja tiba-tiba nanti ada PSU,” katanya.
Khusus Pilkada Papua. Kurniawati mengatakan memang situasi di Papua agak kompleks dibandingkan daerah lain.
Ia menjelaskan, Papua berkelindan dengan aspek lokalitas. Antropologis masyarakatnya sangat kuat dengan ketokohan.
“Tapi barangkali karena ketokohannya kuat kemudian iklim demokrasi di sana kan masih belum terbentuk seperti di daerah lain, sehingga ada mobilisasi-mobilisasi yang terstruktur, akhirnya terjadi PSU,” tuturnya.
Peneliti Institute for Advanced Research (IFAR), Universitas Katolik Atma Jaya, Yoes Kenawas mengingatkan, PSU yang berulang-ulang akan mengganggu pembangunan di daerah terkait. Tapi, suka atau tidak proses gugatan PSU ini mesti diikuti.
“Yang jadi korban kan masyarakat dengan PSU yang berlarut-larut. Dan itu semua tidak perlu terjadi kalau misalkan waktu itu semua pihak punya komitmen untuk menjaga demokrasi,” jelasnya.
Oleh karena itu, penyelenggara pemilu menjadi salah satu pihak yang mesti bertanggung jawab, dengan cara memperbaiki kinerjanya. “Ada banyak pihak juga yang harus bertanggung jawab soal itu, dari kandidatnya dan juga dari penyelenggara pemilunya,” ucapnya di tempatnya yang sama.
Dia sempat menyinggung kinerja penyelenggara pemilu yang sampai bisa meloloskan pencalonan kepala daerah yang ijazahnya bermasalah. Sebagai informasi, beberapa waktu lalu hasil Pilwali Palopo dimenangkan oleh pasangan Trisal Tahir - Akhmad Syarifuddin Daud digugat ke MK. Namun, kemenangan mereka dibatalkan karena persoalan keabsahan ijazah milik Trisal.