21 Agustus 2025
13:00 WIB
Gubernur NTT Minta Pembatasan Ketat Pergerakan Hewan Rabies Di 15 Kabupaten
Sesuai dengan data yang dilaporkan, kasus gigitan hewan rebies seperti anjing, kucing, dan kera, yang tersebar di NTT telah mencapai 10.605 kasus.
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi medik veteriner dari Dinas Pertanian dan Pangan menyuntikan vaksin rabies pada anjing peliharaan warga di sebuah kampung. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
KUPANG - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melki Laka Lena mengeluarkan instruksi yang membatasi pergerakan hewan rabies di provinsi berbasis kepulauan itu. Instruksi itu hanya ditujukan kepada 15 kabupaten/kota dari total 22 kabupaten/kota di NTT, serta kepada Komandan Korem 161/WS, Kapolda NTT, Dinas Peternakan, serta Balai Karantina Hewan, menyusul semakin tingginya angka kematian orang akibat gigitan Hewan Penular Rabies (HPR).
Dalam instruksi tersebut disebutkan sesuai dengan data yang dilaporkan, kasus gigitan HPR seperti anjing, kucing, dan kera, yang tersebar di NTT telah mencapai 10.605 kasus.
"Dalam rangka menangani perkembangan kasus rabies di NTT, maka dengan ini diinstruksikan kepada kepala daerah di NTT untuk melakukan pembatasan pergerakan hewan penular rabies," kata Gubenur NTT Melki Lana melalui instruksi gubernur di Kupang, Kamis (21/8).
Dari kasus tersebut sebanyak 16 orang dinyatakan meninggal dunia dan semuanya tercatat mulai Januari hingga Agustus 2025. Disebutkan, Kabupaten yang terdampak gigitan HPR antara lain Kabupaten Alor, empat kabupaten di Pulau Sumba, Sabu Raijua, serta Kabupaten Rote Ndao.
Gubernur NTT saat ditemui di Kupang mengatakan hanya 15 kabupaten yang terdampak oleh gigitan HPR. Karena itu pihaknya melakukan pembatasan sehingga tidak menyebar.
"Jadi pembatasannya dimulai 1 September 2025 hingga 1 November 2025 guna memutus mata rantai penyebaran rabies di NTT," ucapnya
Selama proses pembatasan, Gubernur Melki meminta agar dilakukan juga pelaksanaan vaksinasi bagi HPR untuk memutus mata rantai penyebaran virus rabies. Sebelumnya, dia juga minta agar para pihak mengandangkan hewan terjangkit rabies.

Dikandangkan
“Kami sudah bersurat ke bupati-bupati se-NTT nanti aturannya mulai berlaku bulan September selama dua bulan, kepada seluruh kepala daerah agar tidak boleh ada lagi anjing dan semua hewan pembawa rabies itu bebas berkeliaran,” katanya saat menyampaikan Pidato Pembangunan NTT dalam rangka Hari Kemerdekaan RI di Aula Fernandez Kota Kupang, Sabtu.
Dikutitip dari Antara, Seluruh kepala daerah, lanjutnya, wajib menyampaikan kepada warga agar mengikat dan mengandangkan seluruh HPR mulai dari anjing maupun hewan pembawa rabies lainnya.
“Jadi kalau keluar, atau anjingnya bebas berkeliaran bisa ditindak oleh petugas,” ujar Melki Laka Lena.
Rabies juga menjadi perhatian Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Terhitung mulai Januari hingga Juli 2025, Dinas telah menangani 180 kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) yang terjadi di wilayah itu.
"Kasus gigitan HPR di Kabupaten Rejang Lebong terhitung sejak Januari hingga akhir Juli 2025 mencapai 180 kasus. Warga yang terkena gigitan HPR ini telah ditangani oleh 21 puskesmas tersebar di 15 kecamatan di Rejang Lebong," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes Rejang Lebong Asep Setia Budiman saat dihubungi di Rejang Lebong, Minggu.
Baca juga: Menkes: Ancaman Kesehatan Lebih Berbahaya Dibanding Perang
Mengenal Hydrophobia, Ketakutan pada Air yang Jadi Gejala Berbahaya Rabies
Asep menegaskan, warga Rejang Lebong yang terkena gigitan HPR tersebut langsung berobat ke puskesmas di kecamatan masing-masing, sehingga dari jumlah kasus gigitan HPR itu belum ada yang dinyatakan positif tertular virus rabies.
Kasus gigitan HPR yang dialami warga daerah itu dicatat petugas di 21 puskesmas tersebar dalam 15 kecamatan yang dilaporkan setiap bulan.
Adapun rincian 180 kasus gigitan HPR yang ditangani itu, antara lain pada bulan Januari terdapat 26 kasus, kemudian Februari ada 27 kasus. Maret 16 kasus, April 25 kasus, Mei 24 kasus. Selanjutnya Juni ada 30 kasus dan Juli sebanyak 32 kasus.
Kasus gigitan HPR yang terjadi di Kabupaten Rejang Lebong itu paling banyak ditemukan dari pemetaan yang dilakukan di Kecamatan Bermani Ulu, Curup, dan Curup Tengah. Kasus gigitan HPR yang dialami oleh warga daerah itu mayoritas disebabkan oleh gigitan hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan kera.