c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

29 November 2024

17:16 WIB

Golput Tinggi, DPR Ingin KPU Evaluasi Total Pilkada Serentak

Golput tinggi menurut DPR karena sejumlah hal yang harus dievaluasi KPU.

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Golput Tinggi, DPR Ingin KPU Evaluasi Total Pilkada Serentak</p>
<p>Golput Tinggi, DPR Ingin KPU Evaluasi Total Pilkada Serentak</p>

Suasana pemungutan suara dalam Pilkada 2024 di TPS 032, Kelurahan Pinang Ranti, Makasar, Jaktim, Rab u (27/11). ValidNews.ID/ Faisal Rachman.

JAKARTA - Anggota Komisi II DPR, Mohammad Toha meminta, Komisi Pemilihan Umum (KPU) evaluasi total pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Karena, angka golongan putih (golput) atau warga yang tidak memilih meningkat di sejumlah daerah.

Misalnya Pilkada Jakarta, KPU dalam hitung cepat mencatat angka partisipasi pemilih pada Pilgub Jakarta 2024 hanya mencapai 4.357.512. Padahal, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 8.214.007. Artinya, partisipasi pemilih ada di angka 53,05% dan golput mencapai 46,95%.

"Tentu kita akan mendorong evaluasi dan kajian mendalam yang dilakukan KPU," papar Toha dalam keterangan tertulis, Jumat (29/11) di Jakarta.

Adapun berdasarkan hasil pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), tingkat partisipasi pilkada di sejumlah daerah berada di bawah 50%. Selain di Jakarta, Pilkada Jawa Barat pun tercatat pemilih yang menggunakan hak suaranya kurang dari separuh DPT.

Menurut Toha tentu ada sejumlah kemungkinan yang menjadi penyebab menurunnya angka partisipasi pemilih. 

Misalnya masa kampanye yang pendek menjadi penyebab penurunan partisipasi.

Dengan masa kampanye yang pendek, maka waktu sosialisasi para pasangan calon (paslon) sangat terbatas, sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup. Imbasnya, masyarakat masih bingung dan memilih untuk tidak berpartisipasi.

"Tentu ini harus dikaji secara mendalam. Penurunan partisipasi itu menjadi bahan evaluasi, kenapa partisipasi pemilih bisa menurun? Apa penyebabnya?" ucap Politikus PKB itu.

Selain itu, Toha menyebut ada kemungkinan angka golput tinggi karena sosok calon yang diusung tidak diminati masyarakat. Misalnya karena calon tersebut tidak dikenal masyarakat atau karena kandidat itu dari luar daerah, sehingga pemilih tidak menyukainya.

Contohnya di Pilgub Jakarta, Anies Baswedan yang memiliki elektabilitas paling tinggi gagal maju. Sementara Ridwan Kamil yang merupakan warga Jawa Barat diusung koalisi partai menjadi calon Pilgub Jakarta.

"Karena masyarakat tidak senang dengan pasangan calon yang diusung, mereka kemudian memutuskan untuk golput," imbuh Legislator asal Dapil Jawa Tengah V itu.

Di sisi lain, dia mengingatkan bahwa Pilkada Serentak 2024 menelan biaya cukup besar, sekitar Rp37,4 triliun. Sehingga, menurut dia, sangat merugi jika angka partisipasi pemilih rendah, karena tujuan pesta demokrasi untuk rakyat tidak tercapai.

"Pilkada merupakan pesta demokrasi. Yang berpesta adalah rakyat. Jika rakyat enggan menyalurkan hak pilihnya, maka ada yang salah dengan pesta itu," tandas dia. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar