25 Oktober 2021
17:58 WIB
Penulis: Seruni Rara Jingga
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Frekuensi aktivitas gempa swarm yang terjadi di sekitar wilayah Ambarawa, Jawa Tengah telah menurun secara signifikan.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, hingga pukul 12.00 WIB, hanya ada satu aktivitas gempa susulan yang terjadi pada Senin (25/10). Satu kejadian gempa tersebut terjadi di sekitar Kota Salatiga dengan magnitudo 2,5 SR pada pukul 05.05 WIB.
Koordinator Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, rentetan kejadian gempa susulan ini jauh menurun jika dibandingkan hari sebelumnya, yakni sebanyak 24 kejadian gempa pada Sabtu (23/10) dan 9 kejadian gempa pada Minggu (24/10).
"Ini menjadi pertanda baik, bahwa kondisi akan segera stabil. Karena melihat tren penurunannya hingga saat ini cukup signifikan," kata Daryono saat dihubungi Validnews, Senin (25/10).
Daryono mengatakan, total sudah ada 34 kali aktivitas gempa bumi di Ambarawa yang dipantau sejak tanggal 23–25 Oktober 2021. Menurut dia, angka ini masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kejadian gempa swarm lain yang ada di Indonesia, yang mencapai ratusan hingga ribuan kali gempa.
"Untuk sementara saat ini memang tergolong rendah aktivitasnya (gempa swarm di Ambarawa)," ucap Daryono.
Daryono menjelaskan, gempa swarm merupakan serangkaian aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian yang sangat tinggi, berlangsung dalam waktu relatif lama di suatu kawasan, tanpa ada gempa kuat sebagai gempa utama (mainshock).
Umumnya, penyebab gempa swarm antara lain berkaitan dengan migrasi magma yang menyebabkan terjadinya deformasi batuan bawah permukaan di zona gunung api.
"Gempa swarm memang banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian, transpor fluida, intrusi magma," papar dia.
Selain berkaitan dengan kawasan gunung api, beberapa laporan menunjukkan bahwa aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan nonvulkanik (aktivitas tektonik murni), meskipun kejadiannya sangat jarang.
"Swarm dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh sehingga mudah terjadi retakan," lanjut dia.
Terkait fenomena swarm yang mengguncang Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya, Daryono menduga bahwa jenis swarm tersebut berkaitan dengan fenomena tektonik (tectonic swarm), karena zona tersebut cukup kompleks berdekatan dengan jalur Sesar Merapi Merbabu, Sesar Rawapening dan Sesar Ungaran.
Daryono mengatakan, fenomena gempa swarm jarang terjadi di Indonesia. Dampak gempa swarm sendiri jika kekuatannya cukup signifikan dan guncangannya sering dirasakan, dapat meresahkan masyarakat. Namun demikian, gempa swarm ini sebenarnya tidak membahayakan jika bangunan rumah memiliki struktur yang kuat.