c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

11 September 2025

17:58 WIB

Fadli Zon Digugat Ke PTUN Atas Penyangkalan Perkosaan Massal Mei 1998

Menteri Kebudayaan Fadli Zon digugat karena pernyataannya yang menyangkal perkosaan massal Mei 1998 dinilai bertentangan dengan undang-undang, salah satunya UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>Fadli Zon Digugat Ke PTUN Atas Penyangkalan Perkosaan Massal Mei 1998</p>
<p>Fadli Zon Digugat Ke PTUN Atas Penyangkalan Perkosaan Massal Mei 1998</p>

Menteri Kebudayaan Fadli Zon melihat pameran foto karya fotografer dari Amerika Latin dalam pameran Tierra Viva di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Senin (8/9/2025) (ANTARA/Fitra Ashari)

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggugat Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, atas pernyataannya yang menyangkal perkosaan massal Mei 1998. Gugatan itu didaftarkan pada hari ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan nomor register perkara 303/G/2025/PTUN-JKT.

Objek gugatan itu adalah pernyataan Fadli Zon dalam siaran pers yang terbit pada 16 Juni 2025 yang berbunyi: "...laporan TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) ketika itu hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku. Di sinilah perlu kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa. Jangan sampai kita mempermalukan nama bangsa sendiri...Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik."

"Berkenaan dengan perkosaan massal di 1998, (pernyataan Fadli Zon) itu jelas bertentangan dengan undang-undang dan asas umum pemerintahan yang baik dan hak asasi manusia," ujar salah satu penggugat sekaligus Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, dalam konferensi pers daring, Kamis (11/9).

Dia menjelaskan, semua ucapan dan tindakan pejabat publik seharusnya terikat oleh undang-undang, prinsip hukum pemerintahan yang baik, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu, pernyataan dan tindakan pejabat publik dapat dievaluasi oleh masyarakat, salah satunya melalui pengadilan.

Isnur berkata, gugatan ini juga merupakan salah satu cara mengingatkan pemerintah untuk menghormati hak-hak korban. Dia juga berkata, pemerintah seharusnya melanjutkan penyelidikan terkait perkosaan massal Mei 1998, bukan melakukan penyangkalan.

Sementara itu, penggugat lainnya sekaligus pendamping korban perkosaan massal Mei 1998, Ita Fatia Nadia mengatakan, perkosaan massal tersebut benar-benar terjadi. Saat itu, dia mendampingi 15 korban perkosaan yang tersebar di berbagai wilayah di Jakarta, Surabaya, Palembang, dan Medan.

Ita berkata saat ini beberapa korban melanjutkan hidup masing-masing dan memilih untuk diam. Sebab, mereka tidak ingin bernasib sama seperti Ita Martadinata.

Ita Martadinata adalah sosok yang aktif membantu korban perkosaan Mei 1998. Dia tewas dibunuh pada Oktober 1998, beberapa hari sebelum berencana bersaksi di hadapan PBB terkait perkosaan massal.

"Sebagai bagian dari tim relawan untuk kemanusiaan, khususnya adalah tim relawan untuk kekerasan terhadap perempuan sebagai koordinatornya, saya menyatakan bahwa perkosaan Mei 1998 benar-benar terjadi," tegas Ita.

Adapun dalam gugatan ini pernyataan Fadli Zon dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Selain itu, pernyataan Fadli Zon dinilai bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Ini mencakup asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas ketidakberpihakan, dan asas pelindungan terhadap HAM.

Para penggugat terdiri dari Ita Fatia Nadia selaku pendamping korban perkosaan massal, Marzuki Darusman selaku Ketua TGPF Mei 1998, Kusmiyati selaku perwakilan Paguyuban Mei 1998, Sandyawan Sumardi selaku Koordinator Tim Relawan Untuk Kemanusiaan, YLBHI, Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia (IPTI), dan Yayasan Kalyanamitra.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar