c

Selamat

Senin, 20 Mei 2024

NASIONAL

16 Oktober 2023

20:20 WIB

Empat Dari 10 Remaja Usia SMP-SMA Di Jakarta Adalah Perokok

Mayoritas perokok usia remaja didominasi oleh siswa SMP dengan usia 12-15 tahun. Di samping itu, terdapat pula perokok dengan usia termuda, yakni tujuh tahun atau usia anak kelas satu SD

Editor: Faisal Rachman

Empat Dari 10 Remaja Usia SMP-SMA Di Jakarta Adalah Perokok
Empat Dari 10 Remaja Usia SMP-SMA Di Jakarta Adalah Perokok
Ilustrasi seorang pelajar wanita dengan seragam sedang merokok. Shutterstock/Odua Images

JAKARTA - Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Ngabila Salama mengatakan, empat dari sepuluh remaja seusia SMP dan SMA di DKI Jakarta merupakan perokok.
 
"Jumlah perokok anak usia SMP dan SMA itu 36%, artinya dari sepuluh orang remaja usia SMP dan SMA di Jakarta, empat orangnya (adalah) perokok," katanya dalam gelar wicara terkait rokok yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (16/10). 
 
Ngabila yang juga Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta itu mengatakan hasil tersebut diperoleh dari survei yang dilakukannya terhadap 3.000 orang anak dan remaja di DKI Jakarta.
 
Dari 3.000 sampel tersebut, dia menyebutkan mayoritas perokok usia remaja didominasi oleh siswa SMP dengan usia 12-15 tahun. Di samping itu, terdapat pula perokok dengan usia termuda, yakni tujuh tahun atau usia anak kelas satu SD.
 
"Faktor yang paling banyak adalah karena rasa ingin tahu, ikutan teman dan pergaulan, serta mencontoh perilaku orang terdekat, dalam hal ini ayah atau ibu," ujarnya.
 
Ngabila mengatakan, hal tersebut diperparah dengan fakta yang menunjukkan setiap 1 km² wilayah di DKI Jakarta, terdapat 12-15 kios yang menjual rokok secara ketengan. Selain itu, dia menambahkan para anak dan remaja juga memiliki akses yang sangat mudah untuk membeli rokok, yakni dengan radius 100 hingga 200 meter dari sekolahnya.
 
"Akses dekat, harga murah, ikutan teman, dan ternyata setiap 1 km² di Jakarta itu terdapat 12-15 pedagang rokok ketengan. Gambarannya seperti itu, konsumsi rokok pada masyarakat tinggi," ungkapnya.
 
Selain itu, Ngabila juga menyebutkan seseorang yang memiliki teman yang perokok, maka memiliki kesempatan 3,2 kali lebih besar untuk juga merokok. Kemudian, seseorang yang melihat iklan rokok memiliki kesempatan lima kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak melihat.

Padahal, kata dia, rokok mengandung sekitar tujuh ribu zat berbahaya, di antaranya adalah nikotin yang mengakibatkan adiksi, tar yang memicu kanker pada tubuh, serta karbon monoksida yang menyebabkan sel darah menjadi kekurangan oksigen. Untuk itu, dia mengimbau agar para remaja tidak memulai untuk merokok dalam jenis apapun, karena rokok berbahaya bagi kesehatan.
 
"Semua jenis rokok itu berbahaya, baik konvensional, lintingan, elektrik/vape, dan rokok herbal. Banyak yang bilang baik, tapi tetap di bakar dan keluar asap itu rokok, sama aja, membuat masalah kesehatan yang luar biasa," tutur Ngabila.

Rokok dan Vape
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa meminta negara-negara agar melarang rokok dan vape di sekolah demi melindungi generasi muda. Seperti diketahuim industri tembakau "tanpa lelah" menyasar kaum muda, sebab 9 dari 10 perokok mulai merokok sebelum usia 18 tahun.

"Produk-produk rokok juga dibuat lebih terjangkau bagi kaum muda melalui penjualan rokok sekali pakai atau rokok elektronik yang biasanya minim peringatan kesehatan," ungkap badan PBB tersebut.

Dua pelajar melintas didepan spanduk larangan dan hukuman bila ketahuan merokok yang dipasang digerb ang sebuah sekolah dikawasan Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (29/8/2012). Antara Foto/Muhammad Deffa 

"Baik ketika duduk di dalam kelas, bermain di luar ruangan atau menunggu di halte bis, kita harus melindungi anak-anak dari asap rokok yang mematikan dan emisi vape yang beracun serta iklan yang mempromosikan produk-produk ini," kata direktur promosi kesehatan WHO Ruediger Krech. 

Pedoman dan perangkat WHO tersebut merupakan buku petunjuk bagi sekolah-sekolah untuk membuat lingkungan mereka bebas nikotin dan tembakau. Di dalamnya ada petunjuk satu per satu tentang cara-cara mencapai tujuan itu, dengan menggunakan pendekatan "seluruh kegiatan sekolah" yang melibatkan guru, staf, murid, wali murid dan juga pihak lainnya.
 
Selain melarang zat nikotin dan tembakau di kawasan sekolah, pedoman itu juga menekankan tiga cara lain untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi kaum muda.
 
Pertama, melarang penjualan produk nikotin dan tembakau dekat sekolah. Kedua, melarang produk dan iklan nikotin dan tembakau baik secara langsung maupun tidak langsung di dekat sekolah dan ketiga menolak dukungan (sponsor) atau keterlibatan industri tembakau dan nikotin.
 
Negara-negara yang sukses menerapkan kebijakan untuk mendukung lingkungan sekolah dan kampus yang bebas nikotin dan tembakau versi WHO, antara lain India, Indonesia, Irlandia, Kyrgyzstan, Maroko, Qatar, Suriah, Arab Saudi dan Ukraina.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar