c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

07 Februari 2025

15:13 WIB

Eksekusi Lahan Ber-SHM di Bekasi, Menteri ATR Salahkan Pengadilan

Eksekusi lahan ber-SHM berada di luar objek sengketa lahan penggugat dan tidak ada amar putusan perkara agar sebelum eksekusi pengadilan harus melibatkan BPN.

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Eksekusi Lahan Ber-SHM di Bekasi, Menteri ATR Salahkan Pengadilan</p>
<p>Eksekusi Lahan Ber-SHM di Bekasi, Menteri ATR Salahkan Pengadilan</p>

Menteri ATR/Kepala BPN nusron Wahid menjelaskan gambar peta bidang tanah kepada warga terdampak eksekusi lahan di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat. ANTARA/Pradita Kurniawan Syah.

TAMBUN - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyalahkan Pengadilan Negeri Kelas II Cikarang yang sebelumnya PN Bekasi atas eksekusi lima rumah warga di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Kelima rumah warga itu kini telah rata dengan tanah meski berada di luar objek lahan yang disengketakan penggugat bernama Mimi Jamilah pada tahun 1996.

"Kalau dilihat dari data, ini di luar tanah yang disengketakan, setelah kami cek," kata Nusron di Tambun, Bekasi, Jumat (7/2).

Kelima rumah salah gusur tersebut milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi dan korporasi Bank Perumahan Rakyat (BPR), berlokasi di Kampung Bulu, Jalan Bekasi Timur Permai, RT 1/RW 11, Desa Setia Mekar.

Nusron menyebutkan berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, kelima rumah tersebut berada di luar lahan milik seorang bernama Kayat dengan nomor Sertifikat Hak Milik (SHM) 706.

Bidang lahan 706 diketahui berasal dari lahan induk seluas 3,6 hektare (ha) dengan sertifikat bernomor 325 yang digugat oleh Mimi Jamilah.

"Menurut data yang dimiliki kita, itu ya di luar SHM 706," lanjut Nusron dikutip dari Antara.

Menurut dia kesalahan penggusuran tersebut karena pengadilan tidak melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi dalam pelaksanaan eksekusi putusan.

"Sampai penggusuran belum ada pemberitahuan, pelibatan dan belum ada permintaan penggusuran," kata Nusron.

Cacat Prosedur
Nusron juga menilai, tindakan PN Bekasi cacat prosedur. Karena, ada sejumlah tahapan yang tidak dijalankan pengadilan menyangkut eksekusi di wilayah Tambun Selatan.

Yakni, PN Bekasi tidak mengajukan pembatalan sertifikat warga kepada Kantor BPN Kabupaten Bekasi sebelum melakukan eksekusi. Sementara, amar putusan gugatan tidak menyertakan perintah pengadilan kepada BPN untuk membatalkan sertifikat tanah lebih dahulu sebelum sita eksekusi.

Kemudian pengadilan juga berkewajiban mengirim surat permohonan kepada BPN wilayah setempat untuk meminta bantuan pengukuran lahan yang akan disita guna mengetahui batas lahan yang akan dieksekusi.

Pengadilan juga wajib melayangkan surat pemberitahuan kepada BPN terkait pelaksanaan eksekusi. Dari seluruh proses tersebut, Nusron memastikan tidak ada satu pun tahapan yang dilalui oleh pengadilan ketika eksekusi dilakukan.

"Ini tiga-tiganya tidak dilalui dengan baik oleh pengadilan," tegas Nusron.

Eksekusi lima rumah warga di wilayah dimaksud dilakukan pada 30 Januari 2025, merujuk putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.

Putusan tersebut sebagaimana hasil gugatan yang diajukan Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, selaku pemilik kedua tanah induk bernomor sertifikat 335 yang dibeli dari tangan Djuju Saribanon Dolly pada tahun 1976.

Sertifikat hak milik tanah seluas total 3,6 hektare itu berganti-ganti kepemilikan. Semula dimiliki Djuju, kemudian dijual ke Abdul Hamid.

Abdul Hamid juga menjual kembali lahan tersebut kepada Kayat dan kemudian memecah sertifikat tersebut menjadi empat bidang dengan nomor SHM 704, 705, 706 dan 707.

Kayat kemudian melepas dengan SHM nomor 704 dan 705 ke Toenggoel Paraon Siagian. Sedangkan SHM 706 dan 707 dijual secara acak.

Setelah berulang kali berganti nama pemilik, Mimi kemudian menggugat semua pemilik. Dari gugatan ini, transaksi jual beli lahan antara Djuju dan Abdul Hamid bermasalah.

Djuju membatalkan sepihak jual beli lahan setelah Abdul Hamid gagal membayar keseluruhan nilai lahan. Gugatan yang diajukan Mimi bermodalkan Akta Jual Beli (AJB) antara Djuju dan Abdul Hamid.

Pada 2019, Toenggoel menjual lahan SHM 705 ke Bari setelah mengetahui pihak Mimi mengajukan eksekusi pengosongan lahan pada 2018.

Dari pembelian lahan ini, nama pemilik SHM 705 berganti dari Toenggoel menjadi atas nama Bari. Pembelian ini yang kemudian menghasilkan bangunan yang kini berdiri sebagai perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2.

Selain cluster, terdapat pula tiga bidang tanah lain yang dieksekusi pengadilan, antara lain SHM dengan nomor 704, 706, dan 707.

Baca: BPN Tegaskan Girik Bukan Bukti Kepemilikan Tanah


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar