11 Juli 2024
11:12 WIB
Eks Ketua KPU Dinilai Melakukan Korupsi Sekstorsi
Korupsi sekstorsi sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dengan meminta imbalan.
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Leo Wisnu Susapto
Eks Ketua KPU Hasyim Asy'ari di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (20/3/2024). Antara Foto/Aditya Pradana Putra.
JAKARTA - Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) menilai, kasus asusila Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, bila dilihat dari persepektif korupsi, tergolong kategori sekstorsi atau pemerasan terhadap seseorang dengan menggunakan kekerasan seksual.
Adapun sekstorsi sangat erat kaitannya dengan kasus korupsi. Hal ini dikarenakan pelaku sekstorsi menyalahgunakan wewenangnya untuk meminta imbalan berupa seks.
Direktur Puskapol UI, Hurriyah mengatakan sekstorsi yang dilakukan Hasyim tidak dilakukan hanya sekali. Pertama kali sekstorsi dilakukan dalam kasus Hasnaeni Moein atau Wanita Emas yang merupakan Ketua Umum dari Partai Republik Satu
“Iming-imingnya apa? Pengesahan pendaftaran parpol. Karena si Wanita Emas ini kan dia mau mendaftarkan partainya. Jadi, ada indikasi bahwa terjadi sextortion,” katanya, ditemui Validnews di kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (10/7).
Sementara, dalam kasus sekstorsi terbaru, terjadi terhadap anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag 2024 berinisial CAT.
“Dalam kasus yang sekarang dengan PPLN kan ada relasi kuasa yang sangat jelas antara seorang Ketua KPU dengan petugas PPLN. Ada relasi kuasa di situ. Maka sextortion juga bisa menjadi salah satu cara dan itu adalah bentuk korupsi,” tambah dia.
Dari kasus ini, kata Hurriyah, tidak hanya dilihat sebagai kasus asusila, namun ini juga menggambarkan korupsi. Bahkan, korupsi yang beragam, tidak hanya bersifat materil atau merugikan uang negara, namun korupsi yang sifatnya imateriel seperti pemerasan seksual.
Ia menyarankan, jika ingin mengatasi korupsi secara serius, maka harus melakukan reformasi kelembagaan.
“Tidak cukup hanya orang-orangnya saja diganti. Makanya membentuk norma baru, norma sosial baru, membentuk mekanisme insentif dan disinsentif itu jadi penting,” ujar dia.
Sebagai informasi, Transparency International Indonesia (TII) memasukkan sekstorsi pada Global Corruption Barometer Asia 2020. Menurut data, Indonesia menempati peringkat pertama negara dengan jumlah kasus sekestorsi tertinggi di Asia.
Survei ini melibatkan 20 ribu responden di 17 negara Asia. Sementara responden dari Indonesia berjumlah 1.000 orang. Ketika dibandingkan dari negara lainnya, kasus di Indonesia berada di posisi puncak dengan jumlah responden 18%, lebih tinggi dibanding Sri Lanka yang berjumlah 17%, dan Thailand 15%.