c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

20 September 2024

11:08 WIB

Dua Caleg DPR Terpilih PKB Gugat Muhaimin Iskandar

Kedua legislator PKB melayangkan gugatan untuk Muhaimin Iskandar, karena Ketum DPP PKB tersebut dianggap bertindak semena-mena dengan memecat dan menggantikan keduanya sebagai caleg terpilih

<p>Dua Caleg DPR Terpilih PKB Gugat Muhaimin Iskandar</p>
<p>Dua Caleg DPR Terpilih PKB Gugat Muhaimin Iskandar</p>

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (kiri) bersama Anggota DPR RI terpilih dari PKB sekaligus Sekretaris Pribadinya, Achmad Ghufron Sirodj (kanan) yang menggugat Ketum PKB Muhaimin Iskandar. Antara/Sigit Pinardi

JAKARTA - Dua calon anggota legislatif DPR terpilih Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Achmad Ghufron Sirodj, dari daerah pemilihan IV Jawa Timur, dan Irsyad Yusuf, untuk dapil II Jatim, menggugat Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (17/9).

Dalam keterangan di Jakarta, Jumat (20/9), kedua legislator PKB itu melayangkan gugatan untuk Cak Imin, karena Ketum DPP PKB tersebut dianggap bertindak semena-mena dengan memecat dan menggantikan keduanya sebagai caleg terpilih.

“Gugatan Achmad Ghufron Sirodj teregister dengan Nomor Perkara 566/Pdt.Sus-Parpol/2024/PN.Jkt.Pus, sedangkan gugatan Irsyad Yusuf teregister dengan Nomor Perkara: 567/Pdt.Sus-Parpol/2024/PN.Jkt.Pus,” kata kuasa hukum keduanya, Taufik Hidayat.

Taufik mengatakan, sidang gugatan tersebut akan disidangkan Rabu (25/9) dan Kamis (26/9) pekan depan.

“Jadi, tidak ada alasan bagi Komisi Pemilihan Umum RI untuk tidak melantik Achmad Ghufron Sirodj dan Irsyad Yusuf menjadi anggota DPR RI terpilih 2024-2029,” ujarnya.

Sebelumnya (12/9), Achmad Ghufron Sirodj mengaku siap menempuh mekanisme internal partai, setelah diisukan diganti sebagai caleg terpilih DPR 2024-2029, dan diberhentikan sebagai kader.

“Saya juga dapat kabar dari media, PKB telah menyurati Komisi Pemilihan Umum untuk mengganti nama saya, namun sampai detik ini, saya belum menerima surat resmi dari partai terkait pemberhentian," tutur Sekretaris Pribadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf tersebut.

Oleh sebab itu, dia mengaku mendatangi Kantor DPP PKB pada Kamis (12/9) pagi untuk mengklarifikasi kabar pergantian anggota dewan maupun pemberhentian sebagai kader partai. 

“Ini menyangkut suara rakyat yang telah memilih. Bahkan, konstituen pemilih saya di daerah pemilihan Jawa Timur IV sudah banyak yang resah, dan menanyakan kejelasan kabar itu,” ujarnya.

Sementara itu, Irsyad Yusuf, mempertanyakan statusnya usai terdapat kabar pergantian sebagai anggota dewan periode 2024-2029. 

"Dalam pemahaman kami, pada pemilu kita yang menganut sistem proporsional terbuka, suara rakyat harus dihormati,” kata Irsyad yang merupakan adik kandung Sekretaris Jenderal PBNU sekaligus Menteri Sosial Saifullah Yusuf.

Empat Kriteria
Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan, penggantian calon anggota legislatif terpilih hasil Pemilu 2024 harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Dalam melakukan pembatalan atau penarikan caleg terpilih harus dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan," kata Bagja.

Dia mengatakan, ada empat kriteria untuk pergantian caleg, yaitu meninggal dunia, diputus pengadilan atas tindak pidana, mengundurkan diri, dan diberhentikan. 

"Semua kriteria di atas harus dilakukan cek penelitian terhadap munculnya keempat hal tersebut," jelasnya.

Selain keempat kriteria itu, ada juga dokumen-dokumen yang harus disertakan. Mengenai hal itu, Bawaslu mengimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan proses sesuai dengan undang-undang.

"Bawaslu mengimbau KPU agar melakukan proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ucap Bagja.

Sementara itu, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai bahwa pergantian caleg terpilih mendistorsi kedaulatan rakyat. Pasalnya, tidak sejalan dengan sistem pemilu proporsional terbuka di mana caleg dengan suara terbanyaklah yang berhak untuk menjabat.

"Fenomena penggantian caleg terpilih sebelum pelantikan menjadi semakin marak karena dianggap cara yang lebih mudah untuk mengganti seseorang daripada pergantian setelah pelantikan dilakukan," kata Titi.

Dia menjelaskan hal itu, karena KPU cenderung menyerahkan kepada partai karena dianggap sebagai masalah internal partai. 

Hal ini berbeda dengan PAW setelah menjabat yang memberikan ruang kepada anggota DPR untuk menempuh upaya hukum, sampai dengan keluarnya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Menurutnya, tindakan partai yang memecat atau mengganti caleg karena masalah di internal cenderung tidak transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, rentan menjadi tindakan yang sewenang-wenang dan beraroma transaksional.

Dia menuturkan biasanya caleg terpilih perempuan yang paling dirugikan karena jika mengalami penggantian secara sepihak, mereka cenderung untuk ikut saja karena tidak mau ribut. Padahal, demi kepentingan afirmasi mestinya jika caleg perempuan diganti maka penggantinya juga harus diisi juga oleh caleg perempuan.

Lebih lanjut, Titi mengatakan fenomena itu juga megindikasikan adanya problem kaderisasi dan rekrutmen oleh partai politik, di mana partai tidak mampu menjaga soliditas dan konsolidasi internal antar caleg.

"Partai juga ternyata tidak siap dengan hasil dari kompetisi terbuka sehingga mengintervensi keterpilihan caleg menyesuaikan dengan selera para elite partai," ujarnya.

Oleh karena itu, KPU mestinya selain mengklarifikasi kepada partai dan caleg juga memberikan ruang bagi mereka yang melakukan upaya hukum, untuk tidak serta merta diganti berdasarkan permintaan partai.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar