24 Mei 2025
14:35 WIB
DPR Ungkap Stok Vaksin PMK Terbatas Jelang Iduladha
Menurut Anggota DPR Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, pemerintah hanya menyediakan 4 juta dosis vaksin PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) untuk nasional
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Nofanolo Zagoto
Kepala Sudin KPKP Jakarta Timur Taufik Yulianto (kanan) bersama dokter hewan memeriksa kesehatan mulut sapi kurban di tempat penampungan hewan kurban kawasan Dukuh, Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (22/5/2025). (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/YU)
JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo mengungkapkan, stok vaksin Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) bagi ternak mengalami keterbatasan menjelang Hari Raya IdulAdha.
Pemerintah hanya mampu menyediakan 4 juta dosis vaksin PMK secara nasional, jauh di bawah kebutuhan riil di lapangan. Sementara para pelaku usaha swasta memiliki stok sekitar 20 juta dosis vaksin. Vaksin tersebut juga harus dibeli sendiri oleh peternak skala menengah dan besar.
Temuan ini disampaikan Firman usai melakukan kunjungan kerja spesifik (kunspek) Komisi IV DPR RI di Kabupaten Purwakarta, yang juga melibatkan Badan Karantina dan berbagai stakeholder peternakan.
"Pemerintah itu hanya mampu menyediakan 4 juta untuk nasional. Artinya, sangat kecil sekali, dibandingkan populasi sapi yang ada," ujar Firman dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/5).
Buat peternak skala menengah, persoalannya adalah ketiadaan dokter hewan yang akan menyuntikkan vaksin. "Karena dokter hewan kita itu masih sangat terbatas. Apalagi, harga vaksin di swasta dan dokter hewan di luar pemerintah biayanya cukup mahal," sebutnya.
Legislator Dapil Jawa Tengah ini mengimbau agar pemerintah memperluas kerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki fakultas kedokteran hewan dan peternakan untuk membantu proses vaksinasi. Sosialisasi juga dinilai penting agar seluruh stakeholder memahami peran pemerintah yang terbatas dalam penyediaan vaksin nasional.
"Kemudian, yang 20 juta vaksin swasta itu, itu diundang para stakeholder agar mereka memberi, dan kemudian pemerintah kerjasama dengan perguruan tinggi, fakultas kedokteran hewan, atau peternakan, untuk melakukan penyuntikan vaksin tadi. Ini solusinya," beber Firman.
Politikus Partai Golkar ini juga menilai bahwa regulasi karantina hewan yang ada saat ini kurang tegas. Ia menekankan semua sapi yang akan dipindahkan antardaerah mestinya wajib divaksinasi dan membawa sertifikat vaksin sebagai syarat mutlak.
"Ini bahaya sekali. Dan itu bisa menimbulkan efek, ketika memang satu sapi itu terindikasi, maka sapi yang lain akan menular. Itu bahaya di situ," ungkapnya.
Dia berharap penegakan aturan diperketat di titik-titik karantina agar penyebaran PMK dapat dicegah sejak awal. Kunjungan kerja Komisi IV DPR diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperbaiki kebijakan dan pelaksanaan pengendalian penyakit hewan di Indonesia, terutama menjelang momentum besar seperti IdulAdha.
"Ini yang harus diatur, makanya saya meminta, penegasan kepada Pemerintah untuk buat regulasi yang sifatnya itu jangan lentur, tegas saja bahwa tidak boleh lewat kalau tidak ada sertifikat vaksin. Jadi, dari hulunya. Oleh karena itu, sosialisasi menjadi penting," tutur Firman.