25 September 2025
16:16 WIB
DPR Sebut Keracunan MBG Karena SPPG Lalai
SPPG lalai dan tidak patuh menjalankan SOP penyediaan MBG yang sudah ditentukan sebelumnya.
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Leo Wisnu Susapto
Petugas menyiapkan paket makanan bergizi gratis di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kamalaputi Sumba Timur 2, Kota Waingapu, NTT, Jumat (18/7/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa/am..
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Zainul Munasichin menduga, kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) akibat kelalaian Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tak memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP).
Menurut dia, makanan yang diproduksi tidak mengikuti aturan waktu penyajian oleh dapur SPPG. Dari mulai pemilihan bahan baku, proses produksi, pemorsian, hingga ke waktu pengantaran.
"SPPG-SPPG yang mengakibatkan keracunan itu, rata-rata karena mereka tidak patuh SOP," kata Zainul kepada wartawan, Kamis (25/9) di Jakarta.
Zainul menyebutkan SPPG tak patuh SOP seperti pemilihan bahan baku yang asal, memasak makanan dengan tak memperhatikan higienitas hingga pengantaran yang tak tepat waktu. Walaupun Zainul pun tak menampik masih banyak SPPG yang sesuai SOP.
"Tapi masih banyak SPPG-SPPG yg boperasi sangat baik karena patuh SOP," ucap dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian meminta Badan Gizi Nasional (BGN) yang diamanahi untuk mengurus Program MBG dari Presiden Prabowo Subianto ini harus bisa membuka diri.
BGN harus bisa melakukan kerjasama dan kolaborasi dengan berbagai stakeholder, terutama pemerintah daerah. BGN juga mesti berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan di daerah dan sekolah agar nantinya MBG bisa berjalan maksimal.
"Kerja kolaborasi inilah yang diperlukan. Jadi, BGN harus membuka diri bekerja sama dengan pemerintah daerah. Enggak apa-apa anggarannya dari tetap di BGN," kata Lalu.
Selain BGN, pemerintah daerah juga diimbau memiliki inisiatif untuk melakukan pengawasan MBG ini. Terutama pengawasan dalam mutu makanan yang diberikan siswa, serta proses produksi MBG itu sendiri.
"Nah, itulah (pengawasan dari Pemda) yang harus dilakukan. Jangan sampai menunggu siswa keracunan baru bergerak," tegas Lalu.
Sekadar informasi, insiden keracunan MBG telah terjadi di sejumlah daerah. Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga September 2025 telah terjadi 6.452 kasus keracunan anak setelah menerima MBG.
Bahkan, Kabupaten Bandung Barat menetapkan kasus keracunan MBG sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat keracunan MBG.