05 Juni 2023
15:30 WIB
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA - Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid minta Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto berhati-hati soal langkah serta pernyataan terkait konflik Ukraina dan Rusia.
"Meminta kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk berhati-hati dalam menyampaikan opini, khususnya terkait konflik geopolitik antara Ukraina dan Rusia," ujar Meutya dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/6) di Jakarta.
Hal ini menyusul penolakan yang dilakukan Ukraina terhadap proposal damai yang sebelumnya diusulkan Prabowo. Ukraina bahkan menilai rencana Menhan itu aneh dan justru menduga usulan itu berasal dari pihak Rusia.
Meutya menjelaskan posisi Indonesia dalam konflik ini sejatinya cukup jelas karena termasuk ke dalam 141 negara yang menentang invasi Rusia ke Ukraina. Serta, mendukung kedaulatan serta integritas teritorial Ukraina yang disampaikan dalam Sidang Umum PBB Februari 2023 lalu.
"Resolusi PBB telah dikeluarkan. Indonesia telah menyetujui resolusi yang meminta Rusia mengakhiri permusuhan dengan Ukraina. Indonesia juga meminta Rusia menarik mundur pasukannya dari Ukraina," ungkap Meutya.
Dia menegaskan, Indonesia juga tetap menjunjung tinggi penegakan aturan atau rule of law, khususnya piagam PBB dan hukum internasional.
Indonesia, lanjut Meutya, menganut politik luar negeri bebas aktif. Maka Indonesia akan terus mendorong dialog dan diplomasi antara Ukraina dan Rusia melalui berbagai forum multilateral.
"Serta meminta negara-negara di dunia menyerukan penghentian perang di Ukraina agar tidak berakhir pada konflik yang berbahaya seperti perang nuklir," ucap dia.
Sebelumnya, Prabowo menyampaikan proposal resolusi perdamaian untuk mengakhiri perang Ukraina-Rusia saat hadir dalam forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue di Singapura, Sabtu (3/6) lalu.
Prabowo menyodorkan tiga poin untuk menghentikan perang antara Rusia dan Ukraina, antara lain gencatan senjata, penarikan pasukan, dan referendum.
Ketua Umum Partai Gerindra itu juga mendesak pasukan kedua negara mundur sejauh 15 kilometer dari titik gencatan senjata demi menciptakan wilayah demiliterisasi.
Menurut dia, zona demiliterisasi itu nantinya harus diamati dan dipantau pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kemudian, PBB menggelar referendum untuk menentukan warga di zona demiliterisasi itu ingin bergabung dengan Ukraina atau Rusia.
"Saya mengusulkan agar dialog Shangri-La menemukan modus deklarasi sukarela yang mendesak Ukraina dan Rusia untuk segera memulai negosiasi perdamaian," kata Prabowo.
Namun, usulan itu ditolak mentah-mentah oleh Ukraina. Alih-alih menganggapnya sebagai suara Indonesia, Ukraina yang menganggap proposal itu aneh malah menyebutnya terdengar seperti usulan pihak Rusia.
"Terdengar seperti usulan Rusia, bukan usulan Indonesia. Kami tidak butuh mediator seperti ini datang ke kami dengan rencana aneh ini," papar Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov.