14 November 2025
15:16 WIB
DPR Minta Polri TPPO Berkedok Adopsi Anak
Polri mesti mendalami praktik TPPO melalui adopsi oleh komunitas dan jaringan jual beli anak berkedok adopsi di media sosial.
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi: Perdagangan anak. Shutterstock.
JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR, Surahman Hidayat meminta Polri mendalami praktik jual beli anak yang diadopsi oleh komunitas adat serta mengusut tuntas jaringan penculikan dan jual beli anak berkedok adopsi di media sosial.
"Polri perlu melakukan pendalaman secara khusus terhadap praktik jual beli anak untuk tujuan adopsi, serta mengungkap jaringan pelaku TPPO yang melakukan penculikan dan penjualan anak berkedok adopsi yang marak terjadi di grup media sosial," ulas Surahman dalam keterangannya, Jumat (14/11) di Jakarta.
Surahman juga mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meningkatkan edukasi publik kepada komunitas adat dan masyarakat secara umum.
Terutama terkait hak anak dan prosedur adopsi legal, serta memperkuat literasi digital untuk mencegah eksploitasi anak di platform online.
"Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) juga perlu meningkatkan sistem deteksi dan memblokir grup-grup media sosial, termasuk Facebook dan lainnya, yang memfasilitasi praktik adopsi ilegal dan jual beli anak," paparnya.
Selain itu, Surahman menilai pemerintah perlu membangun kanal edukasi digital tentang adopsi legal dan perlindungan anak agar masyarakat tidak terjebak dalam praktik yang melanggar hukum dan nilai kemanusiaan.
Surahman mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk lebih waspada, peduli, dan aktif dalam melindungi anak-anak dari ancaman penculikan dan kejahatan terhadap anak.
Menurut dia, lingkungan yang peduli adalah benteng pertama perlindungan anak. Masyarakat mesti hadir sebagai penjaga dan memiliki peran aktif dalam mencegah penculikan dan kejahatan terhadap anak.
"Tanpa keterlibatan publik, kejahatan terhadap anak akan terus bersembunyi di ruang-ruang yang luput dari pengawasan negara," tutur politikus PKS ini.
Sebagai informasi, telah terjadi beberapa kasus penculikan anak di Tanah Air belakangan ini, misalnya kasus BR (4) di Makassar yang kemudian dijual melalui grup Facebook bertema adopsi anak dan ditemukan di komunitas Suku Anak Dalam, Jambi. Lalu, ada kasus penculikan AKN (6) sejak Maret 2025 di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
"Kasus penculikan anak BR dan AKN menunjukkan masih lemahnya sistem deteksi dini, pengawasan digital, dan literasi hukum masyarakat terhadap praktik adopsi ilegal dan penculikan anak," tandas Surahman.