28 Mei 2025
16:36 WIB
DPR Minta Pemerintah Segera Wujudkan Sekolah Swasta Gratis
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa memungut biaya di SD-SMP negeri maupun swasta
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Nofanolo Zagoto
Sejumlah siswa SD berangkat ke sekolah di Desa Tawabi, Kecamatan Bacan Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Selasa (28/5/2024). ANTARA FOTO/Andri Saputra
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, meminta pemerintah segera menerapkan sekolah gratis sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa memungut biaya di sekolah negeri maupun swasta.
"Putusan MK ini merupakan langkah progresif dalam memastikan hak pendidikan bagi seluruh anak Indonesia, tanpa memandang latar belakang ekonomi. Harus segera dijalankan," ujar Lalu kepada wartawan, Rabu (28/5) di Jakarta.
Lalu Hadrian menekankan, keputusan tersebut sejalan dengan semangat pemerataan pendidikan yang selama ini diperjuangkan oleh Komisi X dan Fraksi PKB DPR RI.
Maka, Lalu mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat, untuk bersama-sama mendukung pelaksanaan putusan MK dan program-program pendidikan yang bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
"Pemerintah pusat maupun daerah wajib melaksanakan putusan MK yang bersifat final dan mengikat," tegas Politikus PKB ini.
Terpisah, Anggota Komisi X DPR RI I Nyoman Parta, menyambut baik putusan MK tersebut. Menurutnya putusan ini sebagai langkah progresif yang telah lama dinantikan masyarakat.
Dia menilai, keputusan MK sejalan dengan tujuan utama kemerdekaan Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, Nyoman mengingatkan bahwa implementasi di lapangan tidaklah sesederhana putusan itu, terutama karena adanya ragam kategori sekolah swasta.
"Tapi turunannya agak problematik sedikit yah. Kan ada SD swasta mandiri, ada SD swasta tidak mandiri. Ada SMP swasta tidak mandiri, ada SMP swasta mandiri," kata Nyoman.
Ia mengatakan, sekolah swasta yang tidak mandiri adalah ketergantungan pembiayaan pada pemerintah dan pihak eksternal dan sekolah tersebut biasanya tumbuh dari kebutuhan masyarakat di daerah terpencil, yang tidak memiliki cukup sekolah negeri.
Sebaliknya, ketika sekolah swasta sudah mandiri dan memiliki siswa dari keluarga mampu sebaiknya tidak digratiskan atau diberi dana oleh pemerintah.
"Sekolah swasta itu tidak mengambil uang dari BOS, kan. Ya artinya mereka tidak terlalu fokus dengan biaya dana BOS. Nah, tetapi mendapatkan uang dari kontribusi orangtua murid. Nah ini bagaimana mengurusnya, mengaturnya," tutur Nyoman.
Putusan MK Nomor 3/PUU-XXII/2024 mengubah norma Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang sebelumnya hanya mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya di sekolah negeri.
Dengan putusan ini, kewajiban tersebut diperluas mencakup sekolah swasta, terutama yang melayani masyarakat kurang mampu.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama dengan tiga ibu rumah tangga, yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
Mereka menyoroti ketimpangan akses pendidikan dasar akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri yang memaksa sebagian siswa bersekolah di swasta dengan biaya tinggi, sehingga menimbulkan diskriminasi ekonomi.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
MK menegaskan bahwa negara tetap memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.