c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

13 November 2024

13:40 WIB

DPR Dukung Pembentukan Ditjen Gakkum Di ESDM

Ditjen Gakkum di ESDM menurut DPR harus fokus untuk mengatasi masalah penambangan ilegal.

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>DPR Dukung Pembentukan Ditjen Gakkum Di ESDM</p>
<p>DPR Dukung Pembentukan Ditjen Gakkum Di ESDM</p>

Foto udara aktivitas di sumur minyak ilegal, Desa Pangkalan Bayat, Bayung Lencir, Musi Banyuasin (Mu ba), Sumatera Selatan, Selasa (27/4/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi.

JAKARTA - Anggota Komisi XII DPR, Meitri Citra Wardani, mendukung rencana pembentukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) di Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). 

Meitri menilai pembentukan direktorat baru tersebut sebagai wujud keseriusan pemerintah mengatasi masalah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal secara sistematis dan berkelanjutan.

"Kehadiran Ditjen Gakkum diharapkan mampu memimpin orkestrasi penanganan masalah tambang ilegal oleh berbagai satgas yang telah dibentuk pemerintah daerah agar penyelesaian masalah ini terlaksana secara terkoordinir, sistematis, dan berkelanjutan,” papar Meitri dalam keterangan tertulis, Rabu (13/11) di Jakarta.

Dia menjelaskan, kegiatan tambang ilegal memang menimbulkan banyak sisi negatif. Seperti, ancaman terhadap kelestarian lingkungan hingga hilangnya potensi penerimaan negara. Apalagi, kerugian negara akibat tambang ilegal mengalami tren kenaikan sejak tahun 2019.

"Yang semula berada di angka Rp1,6 triliun kemudian menembus Rp3,5 triliun pada tahun 2022," beber Meitri.

Menurutnya alam yang rusak akibat aktivitas tambang ilegal tidak hanya menimbulkan risiko tergerusnya daya dukung lingkungan terhadap mahkluk hidup di sekitarnya. Seperti, hilangnya kesuburan tanah hingga tercemarnya sumber mata air. 

Lebih jauh, kerusakan tersebut juga mengundang risiko datangnya bencana alam hingga konflik sosial yang dapat menimbulkan kerugian materil dan non materil.

Meitri menambahkan, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang tidak sebentar untuk memulihkan fungsi alam akibat kerusakan yang ditimbulkan. Contohnya, biaya yang mesti ditanggung negara untuk pemulihan lingkungan akibat tambang ilegal yang merusak hutan bisa mencapai Rp1,5 triliun.

"Selain menanggung kerugian berupa kerusakan alam beserta dampak turunannya, negara juga kembali dirugikan dengan hilangnya potensi penerimaan negara semisal dari pajak, bea ekspor, royalti, iuran tetap, dan lainnya akibat operasi tambang ilegal," papar dia.

Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, realisasi penerimaan negara dari pertambangan mineral dan batu bara pada tahun 2023 mencapai Rp172 triliun.

Artinya, lanjut Meitri, jika tambang ilegal ini bisa ditertibkan, maka angka yang diperoleh untuk penerimaan negara bisa saja lebih tinggi. Tingginya penerimaan negara dari tambang tersebut diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap utang.

"Jadi bisa berkontribusi terhadap dukungan pembiayaan sejumlah program strategis pemerintah yang berorientasi pada pembangunan kesejahteraan rakyat," sambungnya.

Politikus PKS ini menyarankan pendekatan berbasis pencegahan mesti menjadi agenda utama Ditjen Gakkum Kementerian ESDM dalam mengatasi masalah tambang ilegal. Sebab, hal ini dinilai lebih penting dan strategis karena dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan.

"Hemat dari sisi biaya, serta meminimalisir dampak buruk yang ditimbulkan dari aktivitas tambang ilegal," ucap anggota DPRDapil Jatim VIII ini.

Ia menyebut, pencegahan bisa dilakukan lewat penegakan aturan yang solid, kampanye edukasi, dan pengawasan yang berkelanjutan dengan melibatkan komunitas lokal atau unsur masyarakat terkait lebih efektif dan berbiaya rendah.

"Kendati operasi penindakan memerlukan sumberdaya cukup besar termasuk personil, logistik, dan koordinasi lintas instansi, pendekatan tersebut tetap penting untuk mengatasi kasus-kasus mendesak," tandas Meitri. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar