28 Juni 2024
09:21 WIB
DPR Duga Kelalaian Pegawai Telkom Sebab Peretasan PDSN
Kelalaian pegawai Telkom menjadi pintu ransomware meretas PDNS 2 di Surabaya.
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi keamanan data. Shutterstock/NicoElNino.
JAKARTA - Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid mengaku mendapat informasi ada kelalaian dari pegawai PT Telkom (Persero) Tbk, yang mengakibatkan sistem pusat data nasional sementara (PDN) di Surabaya diretas.
Menurut informasi itu, lanjut dia, ransomware tidak mungkin bisa masuk sendiri tanpa ada yang membawanya. Maka dari itu, dia menduga ada kelalaian yang mungkin tidak disengaja oleh pegawai Telkom, membuat hacker bisa masuk ke sistem yang mengoperasikan PDNS.
"Ada indikasi bahwa memang ada kelalaian dari pegawai Telkom yang membuat ransomware itu bisa masuk ke sistem Anda," ujar Meutya dalam rapat bersama PT Telkom, BSSN dan Menkominfo di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (27/6) malam.
Meutya pun menanyakan langsung kepada PT Telkom terkait isu yang beredar tersebut. Harapannya bisa menemukan penyebab utama peretasan terhadap sistem PDN dan membuat 282 sistem kementerian, lembaga dan pemerintah daerah terdampak.
"Saya enggak bilang terlibat, Pak, ya!. Ada indikasi kelalaian pegawai Telkom yang mengakibatkan ransomware ini bisa masuk ke sistem Anda. Jadi orangnya mungkin enggak ngerti, enggak harus terlibat juga. Tapi lalai," papar Meutya.
Direktur Network & IT Solution Telkom Group, Herlan Wijanarko mengatakan, BUMN itu masih menunggu hasil audit forensik dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Dia pun memastikan baru bisa bertindak lebih jauh setelah ada hasil dari analisis atau audit forensik secara lengkap dari BSSN.
"Baik, jadi kami untuk itu betul-betul menunggu hasil audit forensik dari BSSN. Yang nanti akan disampaikan juga kepada kita. Dan itu akan kita tindak lanjuti," kata Herlan.
Dalam Hasil Analisis Forensik Sementara BSSN, hacker membobol PDNS 2 di Surabaya lewat jalur eksploitasi Windows Defender pada 20 Juni 2024.
Juru Bicara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Ariandi Putra mengungkapkan, lembaga itu telah menemukan upaya penonaktifkan fitur keamanan Windows Defender itu sejak 17 Juni 2024 pukul 23.15 WIB yang memungkinkan aktivitas peretasan.
"Aktivitas malicious mulai terjadi pada 20 Juni 2024 pukul 00.54 WIB, di antaranya melakukan instalasi file malicious, menghapus filesystem penting, dan menonaktifkan service yang sedang berjalan," ujar Ariandi.
Pada 20 Juni 2024, pukul 00.55 WIB, Windows Defender mengalami crash dan tidak bisa beroperasi, sambung dia.