c

Selamat

Rabu, 19 November 2025

NASIONAL

31 Oktober 2024

20:06 WIB

DPR Didesak Segera Bahas RUU PPRT

Karena UU PPRT belum ada, LBH APIK harus menangani kasus-kasus yang menimpa PRT dengan menggunakan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>DPR Didesak Segera Bahas RUU PPRT</p>
<p>DPR Didesak Segera Bahas RUU PPRT</p>

Sejumlah Ibu Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang tergabung dalam Koalisi Sipil Untuk UU Perlindungan PRT  melakukan aksi Rabuan PRT: Payung Duka Seribu Ibu-Ibu PRT Indonesia di Taman Aspirasi Monas, Jakarta, Rabu (21/12/2022). Antara Foto/Aprillio Akbar

JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH APIK) mengatakan, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sangat mendesak untuk segera dibahas oleh DPR RI dalam Prolegnas RUU Tahun 2025-2029 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025. Sebab, advokasi RUU ini sudah berjalan sejak 2004.

"Kami berharap DPR Komisi IX dan Badan Legislasi itu bisa melanjutkan apa yang sudah dibahas di periode sebelumnya karena ini sangat urgen," ujar Koordinator Pelaksana Harian LBH APIK, Khotimun Sutanti, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Badan Legislasi DPR RI di Jakarta, Kamis (31/10).

Dia menjelaskan, selama ini LBH APIK menangani kasus-kasus PRT dengan dasar hukum UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Namun, hal ini kerap menemui masalah karena ada hak-hak PRT yang tidak memiliki payung hukum dalam regulasi itu, sehingga kasus tidak bisa selesai.

Di samping itu, kata Khotimun, penanganan kasus PRT kadang dialihkan menjadi masalah ketenagakerjaan. Hal ini menemui masalah lain karena PRT belum diakui sebagai tenaga kerja.

"Kalau kita ingin negara kita memberikan perlindungan yang bermartabat bagi PRT dan PRT kita dihormati di negara lain, kita sendiri harus punya regulasi yang memadai untuk PRT," tambah Khotimun.

Menanggapi hal itu, Anggota Badan Legislasi DPR, Habib Syarief Muhammad mengatakan, pada 2020 Badan Legislasi DPR sudah selesai membahas RUU PPRT. Namun, dia tidak mengetahui secara persis kenapa pengesahan RUU itu masih ditunda.

Dia menyebut, ketidakpastian hukum itu berdampak pada jutaan PRT. Satu hari saja RUU PPRT terlambat disahkan, sekitar sepuluh orang PRT menjadi korban kekerasan.

Di samping itu, kata Syarief, sepanjang 2021 hingga Februari 2024, jumlah kasus kekerasan terhadap PRT sudah mencapai 3.308 kasus. Angka ini berdasarkan data yang dihimpun Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).

"Kita berharap RUU ini bisa disahkan pada periode sekarang karena ini sudah sangat mendesak sekali," kata Syarief.

Sebelumnya, Komnas Perempuan juga meminta DPR untuk memprioritaskan RUU PPRT dalam menyusun Prolegnas RUU Tahun 2025-2029 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025. Pasalnya, UU PKDRT tidak bisa memberikan pelindungan yang cukup bagi PRT.

"Pelindungan bagi pekerja di sektor informal masih sangat kurang, termasuk kepada para pekerja rumah tangga yang mayoritas pekerja rumah tangga adalah perempuan," ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Salampessy, dalam RDPU dengan Badan Legislasi DPR di Jakarta, Selasa (29/10).

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar